Sabtu, 13 Oktober 2018

ANALISA KASUS KEKERASAN DI STPDN DITINJAU DARI TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION EDWIN H SUTHERLAND DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA


Oleh
Inayatilah Ridwan




Bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, sehingga segala bentuk penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain vane kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia harus dicegah dan dilarang (UU No.5/1998 tentang Pengesahan Convention Againts Torture and Other Cruel Inhuman or Digrading Treatment or Punishment.

Kata Kunci : Kekerasan STPDN, Differential Association Edwin H Sutherland.



A.      Pendahuluan

Menyaksikan tayangan eksklusif SCTV (Kekerasan dibalik tembok STPDN). Minggu (21/9). sungguh menggoyahkan perasaan kemanusiaan. Bagaimana tidak dalam gedung sekolah yang megah dan mewah ternyata tersembunyi praktek kekerasan atau penyiksaan. Menurut A Irman Putra Sidin dalam tulisannya di Kompas menyatakan bahwa kekerasan atau penyiksaan merupakan perilaku primitif yang merupakan anomali ditengah kemajuan peradaban dan dunia pendidikan.
Dampak dalam tayangan itu Praja (mahasiswa) berbaris atau dalam posisi "kayang" lalu dipukul, ditendang dengan gaya kungfu oleh sekelompok Praja lain. Tayangan yang juga mengenaskan saat beberapa Praja berbaris lalu dipukul dengan kedua tangan kedada, praja itu langsung terhuyung dan jatuh meringkus kesakitan. Perlakuan seperti inilah yang mungkin dialami oleh Praja Wahyu Hidayat (2003) yang akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir saat menjalankan niat Iuhurnya menjadi manusia terdidik sebagai calon pemimpin bangsa.
Sutherland dalam teori Differential Association, mencoba menjelaskan tingkah laku jahat atau menyimpang dengan menghubungkan si pelaku dengan lingkungannya yang menentukan sebab dari tingkah lakunya tersebut. Tepatnya Sutherland mencoba menjelaskan sebab musabab kejahatan denagn menekankan kepada "sejarah masa lampau yang menentukan tingkah laku jahat tersebut". Sejarah masa lampau itu berupa pengalaman hidup dari orang yang mekakukan kejahatan tersebut. Pengalaman hidup seseorang dihasilkan melalui proses interaksi antara si pelaku dengan lingkungannya. Dalam hal ini dijelaskan Sutherland melalui suatu pemikiran yang sistematis. Teori ini disajikan dengan mengemukakan sembilan dalil yang sangat terkenal. Lebih lengkapnya kesembilan dalil tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Tingkah laku jahat dipelajari;
2)      Dipelajari dalarn suatu interaksi melalui proses komunikasi;
3)      Interaksi teijadi dalam suatu kelompok intim:
4)      Yang dipelajari termasuk teknik. cara, dorongan, motivasi, rasionalisasi, sikap;
5)      Arah khusus motif dan dorongan dipelajari dari definisi-definisi tentang menguntungkan atau tidaknya aturan- aturan hukum yang ada;
6)      Seseorang menjadi jahat karena lebih berasosiasi dengan pola-pola tingkah laku jahat dan berpengaruh kepadanya;
7)      Diffrential Association berbeda dalam frekuensi, lamanya waktu, dan intensitas;
8)      Proses belajar termasuk seluruh mekanisme yang ada dalam proses belajar lainnya;
9)      Tingkah laku jahat merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai-nilai umum.

B.       Kasus
Kematian Wahyu Hidayat. 20 tahun, mahasiswa tingkat dua STPDN tewas pada Selasa 2 September silam. Dia sempat dikubur di pemakaman di kampungnya di desa Asem Timur, Citereup Bogor. Akhirnya jenazahnya dibongkar lagi untuk diautopsi karena kematiannya mencurigakan. Hasilnya pekan lalu Dokter Mun'in Idris ahli forensik dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, mengatakan bahwa kematian Wahyu akibat kekerasan benda tumpul yang mengenai bagian leher dan kepala belakangnya, di bagian bawah otak terdapat luka bekas pemukulan. Tanda sama juga terdapat pada kelenjar gondok yang menyebabkan saluran nafas "terjepit".
Berdasarkan pemerikasaan Polisi terhadap 63 Praja kelompok Jawa-Barat di sekolah tinggi itu. akhirnya dipastikan Wahyu tewas karena dihajar seniornva. Gara-gara dia tidak mematuhi perintah kakak kelasnya pada pertengahan Agustus silam. Wahyu dinilai tidak disiplin karena tidak mengikuti upacara hari kemerdekaan di lapangan Gasibu Bandung. Selain itu ia juga tidak mau membawa proposal kegiatan kepada alumni STPDN yang telah berhasil, antara lain kepada Dani Setiawan yang terpilih jadi Gubernur Jawa-Barat.
Usai upacara tujuh belasan Wahyu langsung diburu kakak kelasnya dan dipukuli. Pada selasa 2 Sepember lalu. sekitar pukul 22.00 ia digelandang, di kawasan kontingen Jawa Barat. Ditempat itu 50 orang, senior memukul, menendang, mencekik dan membentur benturkan kepalanya ke tembok. Akhirnya Wahyu kehabisan nafas, menjelang pukul 24.00 nyawanya sudah tidak ada, setelah sempat dilarikan ke RS Islam Sumedang.
Jauh sebelum kematian Wahyu Hidayat kejadian serupa telah merenggut nyawa Eri Rachman dan sjumlah korban lainnya. Eri tewas pada 3 Maret 2000. petaka mengintipnva ketika ia telat masuk kampus gara-gara berlibur di rumah orang tuanya

C.      ANALISA KASUS KEKERASAN DI STPDN DITINJAU DARI TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION EDWIN H SUTHERLAND

Dan kasus diatas dapat kita lihat bahwa telah terjadi budaya kekerasan yang telah melembaga dilingkungan para Praja STPDN. Budaya kekerasan ini diturunkan secara turun menurun dari Praja senior kepada Praja juniornya. Kekerasan yang. mereka lakukan terhadap juniornya itu mereka anggap sebagai bentuk pembinaan. Disini terlihat adanya proses belajar tingkah laku yang menyimpang dalam lingkungan praja STPDN. Menurut Sutherland dalam teori Differential Associationnya ada 9 dalil atau premis yang secara sistematis menjelaskan proses belajar tingkah laku menyimpang atau jahat tersebut.
1)      Tingkah laku jahat dipelajari;
Bahwa adanya stigma senior memiliki legitimasi melakukan kekerasan terhadap junior yang dibangun dalam tradisi suatu bentuk diskriminasi yang. dijadikan alasan bahwa kejunioran harus menerima perlakuan yang menimbulkan penderitaan, rasa sakit jasmani atau rohani. Tubagus Ronny Nitibaskara mengatakan dalam tulisannya di Kompas tangeal 26/9/2003; "Jika tradisi itu membentuk batasan tersendiri yang khas di kampus bersangkutan, antara lain menyangkut pertama, Definition of activity. Kekerasan yang sudah lama dipraktekan dilakukan dilingkungan setempat akan dianggap wajar oleh komunitas setempat itu meski amat bertentangan dengan nilai-nilai umum dimasyarakat. Kedua. Definition of social relation. Individu yang terbiasa dengan lingkungan kekerasan akan mendefinisikan hubungan sosialnya dengan sebuah kekerasan. Jadi bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan praja senior terhadap juniornya itu dipelajari oleh junior sebagai hal yang biasa dilakukan apabila mereka menjadi senior kelak.
2)      Dipelajari dalam suatu interaksi melalui proses komunikasi;
Junior mengambil pelajaran tindak kekerasan dari seniornya melalui proses komunikasi diantara mereka, komunikasi itu berlangsung bukan hanya dalam bentuk pengarahan atau interaksi diantara mereka tetapi juga komunikasi yang sifatnya verbal yaitu dari tindakan kekerasan yang mereka alami selama berada dalam pendidikan di STPDN.
3)      lnteraksi terjadi dalam suatu kelompok intim;
Kehidupan di asrama dalam suatu komunitas yang homogen sangat mendukung sekali terjadinya interaksi dalam hubungan-hubungan yang intim. Karena mereka merasakan adanya persamaan status, ikatan-ikatan almamater dan hubungan-hubungan lain yang sifatnya kebersamaan.
4)      Yang dipelajari termasuk teknik. cara, dorongan, motivasi, rasionalisasi, sikap;
Praja yunior mempelajari bentuk kekerasan yang mereka alami itu meliputi teknik kekerasan dan caranya. Seperti menendang, mengintimidasi. dan melakukan bentuk-bentuk penekanan lainnya. Begitu pun dorongan dan motivasi dalam melakukan kekerasan diliputi rasa dendam dan mereka ingin juniornya turut merasakan dari apa yang telah mereka alami dulu. Selain itu mereka (praja senior) ingin menunjukkan superiornya dihadapan junior. Rasionalisasi dan sikap diperlihatkan karena mereka memandang bahwa bentuk kekerasan itu wajar sebagai hal yang telah menjadi tradisi dikalangan praja sebagai bentuk pembinaan mental dan fisik.
5)      Arah khusus motif dorongan dipelajari dari definisi-definisi tentang menguntungkan atau tidaknya aturan-aturan hukum yang ada.
Motivasi mereka melakukan tindak kekerasan tersebut dipengaruhi oleh pemahaman mereka bahwa kekerasan tersebut sudah dapat legitimasi dari pihak-pihak yang bersangkutan. dalam hal ini institusi STPDN untuk memberi persetujuan           atau alas sepengetahuannya  terjadi    kekerasan          di STPDN karena merasa ada legitimasi inilah mereka para praja senior seenak nya melakukan berbagai tindak kekerasan kepada praja junior.W\alaupun secara yuridis dalam regulasi yang berlaku di STPDN hal tersebut tidak dibenarkan.
6)      Seseorang menjadi jahat karena telah berasosiasi dengan pola-pola tingkah laku jahat dan berpengaruh kepadanya.
Jelas sekali disini bahwa setelah sekian lama para praja tersebut tinggal dan bergaul lama di lingkungan STPDN dan mereka dihadapkan pada kondisi dibawah intimidasi dan tindakan-tindakan kekerasan secara otomatis para praja tersebut akan mentransformasikan tindakan-tindakan kekerasan tersebut kedalam otak dan fikiran-fikiran mereka dan merealisasikannya dalam sikap dan tindakan mereka sehingga mereka akan condong melakukan tindakan kekerasan tersebut, karena lagi-lagi kondisi lingkungan dan tradisi yang membentuk tingkah laku mereka. Dan hal tersebut (budaya kekerasan) berpengaruh terhadap para Praja junior. Dengan pengertian bahwa mereka (praja junior) membatinkan tindakan kekerasan yang mereka alami kedalam diri mereka sebagai sesuatu yang wajar dialami sebagai junior.
7)      Difkrential Association berbeda dalam dalam frekuensi, lamanya Waktu dan intensitas;
Tingkah laku menyimpang atau melakukan tindak kekerasan tergantung, frekuensi, lamanya waktu dan intensitas mereka dalam bergaul sehari-hari semakin lama, sering seorang praja berting,kah laku dengan seorang yang bertindak menyimpang maka akan terbentuklah tingkah laku menyimpang pada diri praja tersebut.
8)      Proses belajar termasuk seluruh mekanisme yang  ada dalam proses belajar lainnya;
Tindak penyimpangan atau tindak kejahatan dipelajari termasuk seluruh mekanisme, cara dalam proses belajar lain seperti seseorang belajar drum band. belajar dikelas atau lainnya.
9)      Tingkah laku jahat merupakan pencerminan dari kebutuhan-kebutuhan umum dan nilai-nilai umum.
Tindakan kekerasan yang mereka (praja) lakukan merupakan pencerminan dari kebutuhan akan penghargaan, rasa hormat, kekuasaan, dan kepuasan mereka selaku senior terhadap juniornya. Kebutuhan dan nilai-nilai dari tindak kekerasan tersebut sama halnya dengan kebutuhan dan nilai-nilai pada tingkah laku yang balk

PENUTUP
Dari premis-premis yang diajarkan dalam teori Sutherland ini kekerasan di STPDN ternyata bisa mencakup keseluruhan premis akan tetapi yang paling dominan dintara premis tersebut adalah premis no. 6 yang intinya seseorang menjadi jahat karena dia lebih berasosiasi dengan pola-pola tingkah laku jahat dan berpengaruh kepadanya. Dengan pengertian bahwa karena berasosiasi dengan pola-pola tingkah laku jahat itulah seseorang mengalami proses belajar menjadi jahat. Dan jika asosiasinya itu dengan pola-pola tingkah laku yang baik maka proses belajamya pun adalah proses belajar menjadi baik. Dan berpengaruh kepadanya..

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M.Ali. 1995. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
H. Sutherlad, Edwin. 2004. Theories of Psychotherapies and Counseling: Concepts and Cases.
Pacivic Grove, CA: Brooks/Cole.
Moeljatno. 1999. Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatilah.
Qordhawi, Yusuf, DR.. 2003. Halal Haram dalam Islam. Surakarta. Era Intermedia Utomo.
Setiawan Budi. 2003. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
Syarifi, Pipin. 2000. Hukum Pidana Di Indonesia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatilah.
Yanggo, Chuzaimah .Probkmatika Hukum Islam Kontemporer. 2008. Jakarta :
Pustaka Firdaus.
Yanggo, Huzaimah Tohido. 2005. Masail Fiqhiyah. Bandung : Angkasa.
 Zuhdi, Masjfuk. 1996. Masail Fiqhiyah. Jakarta : PT. Gunung Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar