Oleh
Inayatilah Ridwan
Abstrak (Download Jurnal)
Bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum, sehingga segala bentuk penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain
vane kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia harus dicegah dan
dilarang (UU No.5/1998 tentang Pengesahan Convention Againts Torture and Other
Cruel Inhuman or Digrading Treatment or Punishment.
Kata Kunci : Kekerasan STPDN, Differential
Association Edwin H Sutherland.
A.
Pendahuluan
Menyaksikan tayangan eksklusif SCTV (Kekerasan
dibalik tembok STPDN). Minggu (21/9). sungguh menggoyahkan perasaan
kemanusiaan. Bagaimana tidak dalam gedung sekolah yang megah dan mewah ternyata
tersembunyi praktek kekerasan atau penyiksaan. Menurut A Irman Putra Sidin
dalam tulisannya di Kompas menyatakan bahwa kekerasan atau penyiksaan merupakan
perilaku primitif yang merupakan anomali ditengah kemajuan peradaban dan dunia
pendidikan.
Dampak dalam tayangan itu Praja (mahasiswa)
berbaris atau dalam posisi "kayang" lalu dipukul, ditendang dengan
gaya kungfu oleh sekelompok Praja lain. Tayangan yang juga mengenaskan saat
beberapa Praja berbaris lalu dipukul dengan kedua tangan kedada, praja itu
langsung terhuyung dan jatuh meringkus kesakitan. Perlakuan seperti inilah yang
mungkin dialami oleh Praja Wahyu Hidayat (2003) yang akhirnya menghembuskan
nafasnya yang terakhir saat menjalankan niat Iuhurnya menjadi manusia terdidik sebagai
calon pemimpin bangsa.
Sutherland dalam teori Differential
Association, mencoba menjelaskan tingkah laku jahat atau menyimpang dengan
menghubungkan si pelaku dengan lingkungannya yang menentukan sebab dari tingkah
lakunya tersebut. Tepatnya Sutherland mencoba menjelaskan sebab musabab
kejahatan denagn menekankan kepada "sejarah masa lampau yang menentukan
tingkah laku jahat tersebut". Sejarah masa lampau itu berupa pengalaman
hidup dari orang yang mekakukan kejahatan tersebut. Pengalaman hidup seseorang
dihasilkan melalui proses interaksi antara si pelaku dengan lingkungannya.
Dalam hal ini dijelaskan Sutherland melalui suatu pemikiran yang sistematis.
Teori ini disajikan dengan mengemukakan sembilan dalil yang sangat terkenal.
Lebih lengkapnya kesembilan dalil tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Tingkah laku jahat dipelajari;
2)
Dipelajari dalarn suatu interaksi melalui
proses komunikasi;
3)
Interaksi teijadi dalam suatu kelompok intim:
4)
Yang dipelajari termasuk teknik. cara,
dorongan, motivasi, rasionalisasi, sikap;
5)
Arah khusus motif dan dorongan dipelajari dari
definisi-definisi tentang menguntungkan atau tidaknya aturan- aturan hukum yang
ada;
6)
Seseorang menjadi jahat karena lebih
berasosiasi dengan pola-pola tingkah laku jahat dan berpengaruh kepadanya;
7)
Diffrential Association berbeda dalam
frekuensi, lamanya waktu, dan intensitas;
8)
Proses belajar termasuk seluruh mekanisme yang
ada dalam proses belajar lainnya;
9)
Tingkah laku jahat merupakan pencerminan dari
kebutuhan umum dan nilai-nilai umum.
B.
Kasus
Kematian Wahyu Hidayat. 20 tahun, mahasiswa tingkat dua
STPDN tewas pada Selasa 2 September silam. Dia sempat dikubur di pemakaman di
kampungnya di desa Asem Timur, Citereup Bogor. Akhirnya jenazahnya dibongkar
lagi untuk diautopsi karena kematiannya mencurigakan. Hasilnya pekan lalu
Dokter Mun'in Idris ahli forensik dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta,
mengatakan bahwa kematian Wahyu akibat kekerasan benda tumpul yang mengenai
bagian leher dan kepala belakangnya, di bagian bawah otak terdapat luka bekas pemukulan.
Tanda sama juga terdapat pada kelenjar gondok yang menyebabkan saluran nafas
"terjepit".
Berdasarkan pemerikasaan Polisi terhadap 63 Praja
kelompok Jawa-Barat di sekolah tinggi itu. akhirnya dipastikan Wahyu tewas
karena dihajar seniornva. Gara-gara dia tidak mematuhi perintah kakak kelasnya
pada pertengahan Agustus silam. Wahyu dinilai tidak disiplin karena tidak
mengikuti upacara hari kemerdekaan di lapangan Gasibu Bandung. Selain itu ia
juga tidak mau membawa proposal kegiatan kepada alumni STPDN yang telah
berhasil, antara lain kepada Dani Setiawan yang terpilih jadi Gubernur
Jawa-Barat.
Usai upacara tujuh belasan Wahyu langsung diburu kakak
kelasnya dan dipukuli. Pada selasa 2 Sepember lalu. sekitar pukul 22.00 ia
digelandang, di kawasan kontingen Jawa Barat. Ditempat itu 50 orang, senior
memukul, menendang, mencekik dan membentur benturkan kepalanya ke tembok.
Akhirnya Wahyu kehabisan nafas, menjelang pukul 24.00 nyawanya sudah tidak ada,
setelah sempat dilarikan ke RS Islam Sumedang.
Jauh sebelum kematian Wahyu Hidayat kejadian serupa telah
merenggut nyawa Eri Rachman dan sjumlah korban lainnya. Eri tewas pada 3 Maret
2000. petaka mengintipnva ketika ia telat masuk kampus gara-gara berlibur di
rumah orang tuanya
C.
ANALISA KASUS KEKERASAN DI STPDN
DITINJAU DARI TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION EDWIN H SUTHERLAND
Dan kasus diatas dapat
kita lihat bahwa telah terjadi budaya kekerasan yang telah melembaga
dilingkungan para Praja STPDN. Budaya kekerasan ini diturunkan secara turun
menurun dari Praja senior kepada Praja juniornya. Kekerasan yang. mereka
lakukan terhadap juniornya itu mereka anggap sebagai bentuk pembinaan. Disini
terlihat adanya proses belajar tingkah laku yang menyimpang dalam lingkungan
praja STPDN. Menurut Sutherland dalam teori Differential Associationnya ada 9
dalil atau premis yang secara sistematis menjelaskan proses belajar tingkah
laku menyimpang atau jahat tersebut.
1)
Tingkah laku jahat dipelajari;
Bahwa adanya stigma
senior memiliki legitimasi melakukan kekerasan terhadap junior yang dibangun
dalam tradisi suatu bentuk diskriminasi yang. dijadikan alasan bahwa kejunioran
harus menerima perlakuan yang menimbulkan penderitaan, rasa sakit jasmani atau
rohani. Tubagus Ronny Nitibaskara mengatakan dalam tulisannya di Kompas tangeal
26/9/2003; "Jika tradisi itu membentuk batasan tersendiri yang khas di
kampus bersangkutan, antara lain menyangkut pertama, Definition of activity.
Kekerasan yang sudah lama dipraktekan dilakukan dilingkungan setempat akan
dianggap wajar oleh komunitas setempat itu meski amat bertentangan dengan
nilai-nilai umum dimasyarakat. Kedua. Definition of social relation. Individu
yang terbiasa dengan lingkungan kekerasan akan mendefinisikan hubungan
sosialnya dengan sebuah kekerasan. Jadi bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan
praja senior terhadap juniornya itu dipelajari oleh junior sebagai hal yang
biasa dilakukan apabila mereka menjadi senior kelak.
2)
Dipelajari dalam suatu interaksi melalui proses
komunikasi;
Junior mengambil
pelajaran tindak kekerasan dari seniornya melalui proses komunikasi diantara
mereka, komunikasi itu berlangsung bukan hanya dalam bentuk pengarahan atau
interaksi diantara mereka tetapi juga komunikasi yang sifatnya verbal yaitu
dari tindakan kekerasan yang mereka alami selama berada dalam pendidikan di
STPDN.
3)
lnteraksi terjadi dalam suatu kelompok intim;
Kehidupan di asrama dalam
suatu komunitas yang homogen sangat mendukung sekali terjadinya interaksi dalam
hubungan-hubungan yang intim. Karena mereka merasakan adanya persamaan status,
ikatan-ikatan almamater dan hubungan-hubungan lain yang sifatnya kebersamaan.
4)
Yang dipelajari termasuk teknik. cara, dorongan,
motivasi, rasionalisasi, sikap;
Praja yunior mempelajari
bentuk kekerasan yang mereka alami itu meliputi teknik kekerasan dan caranya.
Seperti menendang, mengintimidasi. dan melakukan bentuk-bentuk penekanan
lainnya. Begitu pun dorongan dan motivasi dalam melakukan kekerasan diliputi
rasa dendam dan mereka ingin juniornya turut merasakan dari apa yang telah
mereka alami dulu. Selain itu mereka (praja senior) ingin menunjukkan
superiornya dihadapan junior. Rasionalisasi dan sikap diperlihatkan karena
mereka memandang bahwa bentuk kekerasan itu wajar sebagai hal yang telah
menjadi tradisi dikalangan praja sebagai bentuk pembinaan mental dan fisik.
5)
Arah khusus motif dorongan dipelajari dari
definisi-definisi tentang menguntungkan atau tidaknya aturan-aturan hukum yang
ada.
Motivasi mereka melakukan
tindak kekerasan tersebut dipengaruhi oleh pemahaman mereka bahwa kekerasan
tersebut sudah dapat legitimasi dari pihak-pihak yang bersangkutan. dalam hal
ini institusi STPDN untuk memberi persetujuan atau
alas sepengetahuannya terjadi kekerasan di
STPDN karena merasa ada legitimasi inilah mereka para praja senior seenak nya
melakukan berbagai tindak kekerasan kepada praja junior.W\alaupun secara
yuridis dalam regulasi yang berlaku di STPDN hal tersebut tidak dibenarkan.
6)
Seseorang menjadi jahat karena telah berasosiasi dengan
pola-pola tingkah laku jahat dan berpengaruh kepadanya.
Jelas sekali disini bahwa
setelah sekian lama para praja tersebut tinggal dan bergaul lama di lingkungan
STPDN dan mereka dihadapkan pada kondisi dibawah intimidasi dan
tindakan-tindakan kekerasan secara otomatis para praja tersebut akan
mentransformasikan tindakan-tindakan kekerasan tersebut kedalam otak dan
fikiran-fikiran mereka dan merealisasikannya dalam sikap dan tindakan mereka
sehingga mereka akan condong melakukan tindakan kekerasan tersebut, karena
lagi-lagi kondisi lingkungan dan tradisi yang membentuk tingkah laku mereka.
Dan hal tersebut (budaya kekerasan) berpengaruh terhadap para Praja junior.
Dengan pengertian bahwa mereka (praja junior) membatinkan tindakan kekerasan
yang mereka alami kedalam diri mereka sebagai sesuatu yang wajar dialami
sebagai junior.
7)
Difkrential Association berbeda dalam dalam frekuensi,
lamanya Waktu dan intensitas;
Tingkah laku menyimpang
atau melakukan tindak kekerasan tergantung, frekuensi, lamanya waktu dan
intensitas mereka dalam bergaul sehari-hari semakin lama, sering seorang praja
berting,kah laku dengan seorang yang bertindak menyimpang maka akan
terbentuklah tingkah laku menyimpang pada diri praja tersebut.
8)
Proses belajar termasuk seluruh mekanisme yang ada dalam proses belajar lainnya;
Tindak penyimpangan atau
tindak kejahatan dipelajari termasuk seluruh mekanisme, cara dalam proses
belajar lain seperti seseorang belajar drum band. belajar dikelas atau lainnya.
9)
Tingkah laku jahat merupakan pencerminan dari
kebutuhan-kebutuhan umum dan nilai-nilai umum.
Tindakan kekerasan yang
mereka (praja) lakukan merupakan pencerminan dari kebutuhan akan penghargaan,
rasa hormat, kekuasaan, dan kepuasan mereka selaku senior terhadap juniornya.
Kebutuhan dan nilai-nilai dari tindak kekerasan tersebut sama halnya dengan
kebutuhan dan nilai-nilai pada tingkah laku yang balk
PENUTUP
Dari premis-premis yang diajarkan dalam teori Sutherland
ini kekerasan di STPDN ternyata bisa mencakup keseluruhan premis akan tetapi
yang paling dominan dintara premis tersebut adalah premis no. 6 yang intinya seseorang
menjadi jahat karena dia lebih berasosiasi dengan pola-pola tingkah laku jahat
dan berpengaruh kepadanya. Dengan pengertian bahwa karena berasosiasi dengan
pola-pola tingkah laku jahat itulah seseorang mengalami proses belajar menjadi
jahat. Dan jika asosiasinya itu dengan pola-pola tingkah laku yang baik maka
proses belajamya pun adalah proses belajar menjadi baik. Dan berpengaruh
kepadanya..
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M.Ali. 1995. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada
Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
H. Sutherlad, Edwin. 2004. Theories of Psychotherapies and Counseling: Concepts and Cases.
Pacivic Grove, CA: Brooks/Cole.
Moeljatno. 1999. Fungsi
dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatilah.
Qordhawi, Yusuf, DR.. 2003. Halal Haram dalam Islam. Surakarta.
Era Intermedia Utomo.
Setiawan Budi. 2003. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas
Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
Syarifi, Pipin. 2000. Hukum Pidana Di Indonesia.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatilah.
Yanggo, Chuzaimah .Probkmatika Hukum Islam
Kontemporer. 2008. Jakarta :
Pustaka Firdaus.
Yanggo, Huzaimah Tohido. 2005. Masail Fiqhiyah. Bandung : Angkasa.
Zuhdi, Masjfuk. 1996. Masail Fiqhiyah. Jakarta
: PT. Gunung Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar