Senin, 11 September 2017

PERANAN MAHASIWA SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2015


Oleh:
Redmon Windu Gumati

A.      Abstrak

PILKADA Langsung atau Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan hal baru yang dilakukan di Indonesia tahun 2015 ini. Oleh karena itu, antusiasme mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu tarbiyah (STIT) At-Taqwa Ciparay Kabupaten Bandung untuk ikut berperan serta dalam PILKADA Langsung, khususnya dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung tahun 2015 ini terlihat sangat tinggi. Mereka mengagendakan secara khusus untuk ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut dalam sebuah forum resmi, yaitu mengadakan kerjasama dalam bentuk MoU (memorandum of anderstanding) antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) At-Taqwa Ciparay Kabupaten Bandung, dan untuk mengadakan acara Sosialisasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015 yang dilaksanakan serentak seluruh indonesia pada tanggal 09 Desember 2015.
Acara tersebut, disamping merupakan salah satu bentuk partisipasi mahasiswa juga bertujuan untuk meng-edukasi masyarakat yang telah berhak menggunakan hak pilihnya, yang berjumlah sekitar 2.070.000 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Bandung, untuk memilih calon bupati dan wakil bupati yang akan menjadi pemimpin mereka lima tahun ke depan. Kegiatan Sosialisasi yang dilakukan bisa menyentuh akar rumput (gras root) sampai ke tingkat bawah. Sehingga informasi yang terkait dengan pelaksanaan PILKADA dapat cepat sampai kepada masyarakat, terutama yang pada tahun 2015 ini baru pertama kali menggunakan hak pilihnya, yang sering dikenal dengan istilah Pemilih Pemula.
Dalam membuat materi sosialisasi, dilakukan strategi khusus, yakni melakukan seminar, workshop, simposium, dan diskusi dalam forum-forum resmi, yang narasumbernya/pematerinya dari Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) At-Taqwa Ciparay Kabupaten Bandung, Tokoh Masyarakat, Pemerintah dan lain-lain yang dianggap kompeten di bidang keahliannya.


B.       Pendahuluan

Banyak cara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung dalam menarik animo masyarakat dan mensosialisasikan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015, salah satunya dengan menggandeng sejumlah LSM, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, dan kelompok pemilih pemula. Ada juga cara mensosialisasikan Pilkada dengan membuat Kalender Tahapan PILKADA 2015. Serta membuat baliho yang ditempatkan di jalan. Karena tipikal masyarakat Kabupaten Bandung bersifat heterogen.
Selain itu, adanya animo warga masyarakat Kabupaten Bandung dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten bandung Tahun 2015 ini juga tidak terlepas dari ajakan LSM organisasi masyarakat, perguruan tinggi, dan kelompok pemilih pemula yang ikut mensosialisasikan dalam forum-forum diskusi, simposium, seminar dan lainnya, sebagai ajakan, himbauan, serta menyiarkan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015 ini, agar warga masyarakat Kabupaten Bandung yang pada tahun 2015 ini memiliki hak suara untuk datang ke TPS dan menggunakan haknya dengan jujur, adil, aman dan nyaman.
Disamping itu, tingginya animo dan peran sosialisasi masyarakat dalam PILKADA Langsung atau serentak pada tanggal 09 Desember 2015 nanti, tidak terlepas dari ide dan gagasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung tentang Sosialisasi Pemilu. Konsep Sosialisasi Pemilu tersebut diikuti peserta yang berasal dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung, Badan Kesbangpol, Bappeda, Camat se-Kabupaten Bandung, serta peserta dari organisasi keagamaan, kelompok perempuan, kelompok pemilih pemula, kelompok petani, komunitas belajar perkotaan, kelompok Budaya dan Dewan Kesenian Kabupaten Bandung, serta Komunitas Sepeda Ontel Kabupaten Bandung.
Banyak apresiasi yang ditujukan kepada KPU Kabupaten Bandung yang telah menggagas program Sosialisasi Pemilu. Dengan adanya Sosialisasi Pemilu, diharapkan masyarakat dapat mendapatkan informasi dan pendidikan (education) pemilih tentang penyelenggaraan kepemiluan. Selain itu dapat juga mendorong kesadaran dan kecerdasan pemilih dalam menentukan pilihannya atau dengan kata lain menjadi pemilih cerdas dan memilih pemimpin yang berkualitas.
Sementara itu, konsepsi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung menggagasan atau adanya ide Sosialisasi Pemilu merupakan hasil diskusi panjang bersama LSM organisasi masyarakat, perguruan tinggi, kelompok pemilih pemula, dan tokoh masyarakat Kabupaten Bandung, yang berkeinginan untuk:
1.         Membuat sebuah program pendidikan pemilih,
2.         Membangun kesadaran dan pencerdasan politik masyarakat untuk mendorong  peningkatan partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan Pemilu menuju Pemilu berkualitas.
3.         Membuat apatisme politik masyarakat  terhadap proses-proses  demokrasi  di Indonesia baik di tingkat lokal maupun nasional. 
4.         Membangun dan memperkuat kesadaran dan kecerdasan politik masyarakat yang berbasis masyarakat.
Adapun tujuan dari program Sosialisasi Pemilu adalah sebagai penguatan pendidikan pemilih masyarakat di tingkat lokal secara berkelanjutan, mendorong kesadaran dan kecerdasan politik masyarakat pemilih.
Sedangkan gagasan yang melatarbelakangi adanya Sosialisasi Pemilu di Kabupaten Bandung oleh beberapa kondisi yang berkembang diantaranya:
1.         Masih lemahnya program-program pendidikan politik bagi masyarakat yang dilakukan oleh partai politik selama ini.
2.         Ada kecenderungan menurunnya angka partisipasi masyarakat dari waktu ke waktu (dari pemilu ke pemilu) di Indonesia.
3.         Mulai tumbuhnya serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam setiap pelaksanaan  pemilu. Kelompok sasaran dari program sekolah pemilu terdiri dari kelompok keagamaan, perempuan, pemilih pemula, petani, belajar perkotaan, serta kelompok budaya dan olahraga di Kabupaten Bandung.
Manajemen Sosialisasi Pemilu  dilakukan dengan beberapa tahapan:
1.      Melakukan penyusunan dan penyiapkan modul-modul  sekolah pemilu (pendidikan pemilih warga).
2.      Melakukan forum-forum diskusi warga (diskusi komunitas) tentang bagaimana meningkatkan  partisipasi  masyarakat dan mewujudkan pemilu yang  jujur, adil dan berkualitas.
3.      Melakukan kelas-kelas  pendidikan pemilih berbasis komunitas perempuan, komunitas keagamaan, komunitas pemilih pemula, komunitas petani, komunitas belajar perkotaan, komunitas budaya dan olahraga dan komunitas lainnya.
4.      Membentuk relawan-relawan Sosialisasi Pemilu untuk meningkatkan angka partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pemilu.
5.      Melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis komunitas dan kearifan lokal bersama agen/relawan sosialisasi dan
6.      Melakukan Pendidikan Pemilih (Voter Education)  secara berkelanjutan.
Sosialisasi Pemilu terdiri dari materi pemilu dan demokrasi, Mengapa Pemilu itu Penting, Bagaimana menjadi Pemilih Kritis dan Rasional, Pentingnya  Partisipasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung menggelar Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati kabupaten Bandung Tahun 2015 yang berkualitas, sehingga dapat melahirkan pemimpin bagi masyarakat Kabupaten Bandung untuk lima tahun kedepan yang berkualitas pula. Sedangkan konteks peranan mahasiswa dalam konteks ini adalah disamping partisipasi aktif juga eksistensi mahasiswa sebagai suatu proses perubahan masyarakat menuju tatanan demokratis.
Dalam konsep peranan mahasiswa sebagai sebuah gerakan moral, yang menunjukkan eksistensinya, aktifitas dan gerakan mahasiswa itu memiliki kesamaan isu, visi, misi dan aksi. Kondisi tersebut menjadikan mahasiswa sebagai sebuah gerakan mampu muncul menjadi kekuatan besar. Sehingga, hanya ada satu kata untuk menyebut gerakan mahasiswa waktu itu, luarbiasa peranan mahasiswa dalam agenda suksesi, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Dilihat dari konteks peranan mahasiswa juga, jika dibandingkan dengan gerakan-gerakan yang bersifat spektakuler, adalah tetap sama, yakni menjaga/mengawal proses demokratisasi. Hanya saja mungkin caranya yang berbeda. Kondisi ini disebabkan agenda suksesi kepemimpinan pemerintah seperti Pemilu, Pilpres dan Pilkada, mahasiswa tidak berhadapan dengan rezim yang otoriter atau yang sewenang-wenang. Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi ini, relatif tidak memiliki “musuh” bersama. Oleh karena itu mahasiswa memiliki peran tersendiri yang berbeda ketika mahasiswa berhadapan dengan penguasa.

C.      Mengawal Proses Pelaksanaan Pilkada Langsung dan Pendidikan Politik Kepada Masyarakat

Mahasiswa mempunyai peran strategis dalam pengawalan proses pelaksanaan Pilkada bersama aktivis-aktivis masyarakat sipil lainnya, seperti: LSM, Akademisi, Pers, dan Ormas/ OKP. Peran ini diambil karena mahasiswa merupakan kekuatan masyarakat sipil yang bersifat independen, objektif, dan berlandaskan pada aspek moralitas. Oleh karena itu, pengawalan terhadap proses Pilkada langsung merupakan peran yang strategis untuk dijalankan oleh mahasiswa.
Peran pengawalan terhadap proses pilkada dapat dimainkan oleh mahasiswa sebagai individu maupun oleh lembaga-lembaga kemahasiswaan, seperti: lembaga intern kampus, lembaga ekstern kampus, dan organisasi mahasiswa kedaerahan. Adapun jalan yang sekiranya bisa ditempuh oleh mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan dalam melakukan peranannya mengawal proses pilkada yaitu melalui diskusi, seminar, opini publik, artikel/tulisan di media massa, pernyataan sikap, dan demonstrasi.
Pendidikan politik pada masyarakat dilakukan sebagai wujud tanggung jawab mahasiswa kepada masyarakat. Adapun wujud dari peran ini adalah adanya agenda mahasiswa seperti bedah visi dan misi calon kepala daerah, melakukan kajian terhadap kapasitas dan integritas calon kepala daerah, membuat kriteria calon kepala daerah versi mahasiswa atau membuat nota kesepakatan dalam bentuk kontrak politik kepada calon kepala daerah.
Target dari agenda-agenda ini yaitu masyarakat dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional, bukan berdasarkan kharismatik semata. Dalam pelaksanaan peran ini, etika yang harus dibangun oleh setiap organisasi kemahasiswaan adalah sikap objektifitas dan akuntabilitas. Objektifitas yang dimaksud ialah pembedahan visi misi dan pembuatan kriteria calon kepala daerah. Hal ini penting, sebab mahasiswa sebagai sebuah gerakan moral harus bersikap netral dan berpihak kepada masyarakat luas. Sedangkan akuntabilitas adalah penilaian yang diberikan oleh sebuah organisasi kemahasiswaan yang harus bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya.
Artinya, jika mahasiswa menilai seorang kepala daerah yang terindikasi melakukan tindak penyelewengan kekuasaan, maka data dan fakta yang disampaikan harus dapat dibuktikan. Bukan sekedar isu belaka, sehingga kepercayaan masyarakat tetap besar terhadap gerakan mahasiswa. Adapun jika ada mahasiswa yang terlibat dalam pemenangan salah satu calon, keterlibatan mahasiswa dalam tim pemenangan calon kepala daerah tersebut bukanlah sebuah hal yang baru dalam dinamika kemahasiswaan. Contoh yang paling dekat adalah pada Pemilu dan Pilpres 2004 yang banyak ditemui aktivis mahasiswa menjadi tim sukses dari calon anggota DPR/DPRD, DPD maupun calon presiden.
Ada beberapa pertimbangan dasar ketika mahasiswa mengambil peran ini, yaitu:
1.         Mahasiswa, sebagai individu masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam setiap proses politik, baik saat pencoblosan maupun dalam menentukan sikap untuk mendukung pasangan calon kepala daerah tertentu.
2.         Ikut dalam tim pemenangan calon kepala daerah merupakan political process bagi mahasiswa. Political proses ini adalah bentuk pengaktualisasian kemampuan diri mahasiswa sekaligus wadah pembelajaran dalam ruang lingkup politik praktis.
Munculnya mahasiswa dalam arena tim pemenangan calon kepala daerah menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak bahkan dari kalangan mahasiswa sendiri. Kekhawatiran tersebut antara lain: pertama, mahasiswa akan mudah diperalat dan ditunggangi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kedua, saling dukung mendukung calon kepala daerah akan memperlemah gerakan mahasiswa. Karena kemungkinan akan terjadi suatu keadaan yang menjadikan sekelompok mahasiswa menyatakan dukungannya kepada calon si A, sementara kelompok mahasiswa yang lain menyatakan mendukung si B, si C dan seterusnya. Hal ini tentu akan berakibat memperlemah persatuan di kalangan mahasiswa. Mahasiswa akan terkotak-kotakan dan dengan sendirinya mahasiswa akan mudah untuk diadu domba dan dipecah belah.
Beberapa poin kekhawatiran diatas besar peluangnya untuk terjadi. Namun keikutsertaan mahasiswa dalam tim pemenangan calon kepala daerah tetap memiliki aspek positif bagi mahasiswa. Oleh karena itu perlu dirumuskan etika bersama sebagai panduan normatif, menyikapi adanya ambivalensi tersebut, yaitu:
1.         Hendaknya kapasitas mahasiswa yang ikut dalam tim pemenangan itu, adalah sebagai individu, bukan mengatasnamakan organisasi kemahasiswaan tertentu.
2.         Individu mahasiswa yang ikut dalam tim pemenangan, hendaknya bukanlah mahasiswa yang dalam struktur organisasinya berperan sebagai decision maker, seperti: ketua umum, ketua bidang/divisi/departemen. Hal ini untuk menjaga netralitas organisasi kemahasiswaan.
3.         Individu-individu mahasiswa yang tergabung dalam tim pemenangan calon kepala daerah hendaknya tidak terjebak ke dalam praktik-praktik politik yang tidak bermoral, seperti: money politic dan politik dagang sapi.
Untuk Kabupaten Bandung pada tahun 2015 ini, hendaknya mahasiswa menempatkan dirinya sebagai subjek yang memiliki peranan yang menentukan terhadap suksesi Pemilihan Bupati dan Wakil Kabupati Kabupaten Bandung Tahun 2015. Perhatikan visi dan misisnya, pahami program kerja, serta tujuan Paslon maju dalam Pilkada Kabupaten Bandung. Untuk saat ini Pilkada Kabupaten Bandung diikuti oleh 3 (tiga) Pasangan Calon, yaitu:
1.         KH. Sofyan Yahya, MA dan H. Agus Yasmin S.Ip., M.Si.
2.         H. Dadang M. Naser, SH., S.Ip., M.Ip., dan H. Gun Gun Gunawan, S.Si., M.Si
3.         H. Deki Fajar SH dan Dony Mulyana Kurnia ST
Visi Misi dan Program Aksi KH. Sofyan Yahya, MA dan Drs. H. Agus Yasmin, S.Ip., M.Si. dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015 adalah bahwa sannya dalam segala aspek kehidupan, terlebih bagi tata kelola pemerintahan, mengatur sistem sosial dalam prikehidupan masyarakat, dan mengurus pembangunan bagi kemaslahatan hajat hidup orang banyak disuatu daerah, tentu saja membutuhkan seperangkat instrumen paradigmatik yang ditopang oleh cita-cita dalam bentuk visi.
Secara umum, visi merupakan rumusan ide akan hadirnya suatu keadaan yang diinginkan berlandaskan pada data, fakta, atau kondisi objektif, dan hukum-hukum yang berkembang. Begitupula bagi kepentingan perubahan di Kabupaten Bandung bersamaan dengan perhelatan pemilihan kepala daerah, sudah selayaknya, berpijak pada dasar pendahuluan di atas, pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati KH. Sofyan Yahya, MA dan Drs. H. Agus Yasmin, S.Ip., M.Si., Msi bertekad untuk mewakafkan diri bagi perubahan di Kabupaten Bandung dengan visi: “TERWUJUDNYA KABUPATEN BANDUNG YANG ADIL DAN MAKMUR, SERTA TERMAJU DI JAWA BARAT”.
Makna filosofis yang terkandung dalam visi tersebut adalah sebagai berikut: ADIL DAN MAKMUR Sebagai bagian dari sebuah bangsa yang merdeka ditunjang dengan sumber  daya alam yang melimpah ruah, terciptanya masyarakat yang ADIL dan MAKMUR di Kabupaten Bandung semestinya tidak menjadi pepesan kosong semata, dan tentunya  ADIL dan MAKMUR harus terus menerus diperjuangkan oleh segenap anak bangsa, begitupula oleh segenap stakeholder masyarakat Kabupaten Bandung.
ADIL memiliki makna menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai denga haknya, sehingga segala sesuatu menjadi proporsional dan patut, dan setiap orang mampu menjalankan kewajibannya dengan baik. MAKMUR secara sederhana bermakna tersedianya barang kebutuhan hidup  masyarakat secara merata dan tersebar, sehingga masyarakat mampu menentukan  dan memenuhi kehidupan mereka.
Oleh karenanya, suatu daerah dapat dikatakan MAKMUR ketika mampu menyediakan kebutuhan hidup masyarakat beserta mendorong kemampuan daya beli masyarakat atas kebutuhannya tersebut. Artinya, peningkatan produktifitas kebutuhan hidup masyarakat haruslah berkorelasi dengan kemampuan masyarakatnya dalam mengakses kebutuhannya tersebut, dengan tidak lupa melestarikan alam dan lingkungan hidup sebagai potensi dasar dari kemakmuran.
Sedangkan Paslon ke-2 berselogan “DURIAT BANDUNG JAWARA”. adapun  Visi, Misi dan Agenda Aksi Bandung, DEKI DAN DONY adalah: “JAWARA (JAdi WArga SejahteRA) DENGAN DURIAT (Cinta) UNTUK KABUPATEN BANDUNG” VISI-nya: “KABUPATEN BANDUNG UNGGUL DENGAN DURIAT DAN GOTONG ROYONG” MENAPAK JALAN TRI SAKTI DENGAN SPIRIT TRITANNGTU  DIBUANA.
Menurut Paslon ke-2 ini Kabupaten Bandung Tanah nu sagala aya, Tanah nu sagala boga, Tabungan hirup rakyatna, Tong diantep sina nguyung, Gering nangtung ngalanglayung, Kudu jagjag kudu nangtung, Muka jangjang geura nan, Gtung Geus waktuna bebenah, Ngarah genah tumaninah, Pinuh ku nikmat jeung berkah, Ngurusna ulah gagabah.
Wilayah Kabupaten Bandung secara proporsi, penggunaan lahan  didominasi oleh kawasan budidaya pertanian yaitu seluas 53,22%  dari luas keseluruhan 176.238,67 Ha. Penggunaan lahan lainnya  yaitu kawasan lindung sebesar 33,83%, kawasan budidaya non  pertanian 12,44%,  dan kawasan lainnya 0,51%. Kabupaten  Bandung memiliki topografi bervariasi yang menyebabkan bervariasinya komoditas unggulan pertanian dari masing-masing  wilayah dan memiliki dengan kekhasannya sendiri. Komoditas unggulan pertanian tidak hanya diunggulkan di tingkat  kabupaten, tetapi juga menembus provinsi dan juga nasional.
Komoditas tersebut dapat dikategorikan sebagai komoditas khas,  dimana kekhasan tersebut dapat dilihat dari perbedaan karakteristik komoditas yang dimiliki dengan daerah  lainnya. Perbedaan karakteristik komoditas ini diantaranya  berdasarkan jenis komoditas, besaran produksi serta cita rasa
Paslon ke-3 mengusung slogan: “SABDAGUNA”. Sedangkan Visi, Misi, Kebijakan dan Program Prioritas Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung H. Dadang M. Naser, SH, S.Ip, M.Ip dan H. Gungun Gunawan, S.Si, M.Si  Periode 2015-2020 sebagai berikut:
1.      Visi: “memantapkan kabupaten bandung yang maju, mandiri dan berdaya saing melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan pemantapan pembangunan pedesaan berlandaskan religius, kultural dan berwawasan lingkungan”.
2.      Misinya meliputi:
1)        Mewujudkan kehidupan masyarakat yang berkualitas, cerdas dengan dilandasi iman dan taqwa serta memiliki nilai-nilai kearifan lokal.
2)        Meningkatkan ketersediaan infrastruktur secara optimal danmemadai dengan mengacu pada keserasian tata ruang wilayah.
3)        Mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan lingkungan.
4)        Memperkuat perekonomian masyarakat yang mandiri, berdaya saing dan berkeadilan.
5)        Meningkatkan kinerja pemerintahan, profesionalisme aparatur,dan peningkatan pelayanan publik.
6)        Meningkatkan stabilitas keamanan dan ketertiban wilayah.
3.      Arah Kebijakan Pembangunan 2016–2021:
1)        Menciptakan kondisi keamanan, ketertiban dilingkungan masyarakat.
2)        Meningkatkan sistem pelayanan publik/perijinan ke arah sistem pelayanan yang lebih sederhana, transparan, dan lebih memiliki kepastian waktu dan biaya.
3)        Membentuk sistem organisasi dan tata kerja yang efektif dan efisien.
4)        Mendorong terbentuknya jabatan fungsional sesuai kompetensinya.
5)        Meningkatkan kualitas para aparat pemerintahan.
6)        Meningkatkan disiplin pegawai.
7)        Meningkatkan pelaksanaan sisdur reward & punishment pegawai.
8)        Mempermudah akses masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan.
9)        Mengelola sumber daya alam dan lingkungan yang serasi, seimbang menuju pembangunan berkelanjutan dan mitigasi bencana.
10)    Meningkatkan kuantitas dan kualitas dokumen perencanaan.
11)    Meningkatkan kualitas dan pemanfaatan tataruang disesuaikan dengan potensi dan karakteristik wilayahnya.
12)    Menumbuhkan kesadaran masyarakat, pengawasan, pengendalian dan penegakan hukum terhadap pengelolaan lingkungan.
13)    Menerapkan sangsi yang tegas terhadap para pelanggar perda, melalui penguatan jajaran aparat satuan polisi pamong praja bekerjasama dengan aparat penegak hukum demi mendukung tegaknya perda
4.      Isue Strategis 2016–2021
1)        Belum optimalnya jaminan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat
2)        Masih perlunya penanggulangan kemiskinan
3)        Kurangnya sarana pelayanan publik yang aman dan nyaman bagi wanita, anak-anak, lansia, dan difabel.
4)        Masih terbatasnya infrastruktur dasar.
5)        Belum efektifnya pengendalian pencemaran lingkungan dan masih terbatasnya luas ruang terbuka hijau.
6)        Belum optimalnya penanganan banjir dan kekeringan.
7)        Belum mantapnya ketahanan dan kemandirian pangan
Memahami Visis, Misis, Program Kerja, Isus Strategis dan lain-lainnya dari Paslon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015 ini akan meningkatkan  antusiasme dan peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu menjadi salah satu prasyarat keberhasilan penyelenggaraan pemilu. Oleh karena itu peran serta masyarakat, pemerintah, LSM maupun perguruan tinggi menjadi sangat penting dalam mendukung kesuksesan penyelenggaraan Pemilu.
Menghubungkan peran perguruan tinggi dalam kancah politik, bukan berarti membawa suasana pada masa lalu, yaitu menyeret perguruan tinggi melakukan politik praktis sebagai ajang perebutan dukungan politik terhadap salah satu calon kandidat yang akan maju dalam pemilihan umum, pemilihan umum presiden dan wakil presiden maupun pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada). Tetapi lebih pada sebagai agen perubahan sosial (social change) untuk mendorong terjadinya transformasi sosial politik dengan mengedepankan pendidikan politik yang rasional dalam perspektif pengembangan demokratisasi dalam kemajuan masyarakat.
Peran tersebut dapat dimainkan oleh perguruan tinggi antara lain; sebagai sumber insani pembangunan dengan menyiapkan kader-kader bangsa yang hadal secara leadership (kepemimpinan-manajemen organisasi), kemampuan intelektual sehingga caleg, capres, seorang calon kepala daerah dengan ilmu yang dimiliki dapat mendiagnosa (menterapi) kebutuhan-kebutuhan terhadap problem daerah masing-masing, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan daerah setempat, kemampuan jasmani dan rohani dalam menjalankan menejemen kepemerintahan dearah yang solid, mempunyai dedikasi dan moralitas yang tinggi untuk menegakkan aturan dan tata perundang-undangan serta etika moral, sehingga seorang pemimpin daerah tidak hanya sebagai seorang yang mempunyai jiwa kepemimpinan tetapi juga dapat dijadikan panutan rakyat dalam menyelesaikan agenda sosial kemasyarakatan di wilayahnya masing-masing.
Gerakan moral dari kampus dalam setiap orde pemerintahan di tanah air telah membawa perubahan sosial yang cukup signifikan. Secara deskriptif dapat dipaparkan sebagai berikut; pada masa kemerdekaan gerakan mahasiswa membawa kelompok Bung Tomo di Surabaya mengobarkan semangat juang arek-arek Suroboyo mengibarkan bendera revolusi pada tahun 1908 hingga kemerdekaan tercapai, pada orde lama peran generasi muda khususnya para mahasiswa dari berbagai kampus berhadapan dengan Partai Komunis Indonesia, pada masa orde baru dukungan kaum intelektual terhadap perubahan sosial sangat penting, sehingga muncullah gerakan mahasiswa yang dahsyat menuntut kepada orde baru untuk melakukan perubahan sosial dengan munculnya gerakan reformasi di segala bidang khususnya dalam bidang sosial politik yang selama ini hegenomni orde baru menggurita tatanan sosial politik, sehingga pembangunan yang selama ini dijalankan tidak dapat menyejahterakan rakyat karena kebobrokan birokrasi pemerintahan.
Perguruan tinggi mempunyai peran dan andil yang sangat dominan dalam perkembangan masyarakat di sekitanya. Dari tridarma, perguruan tinggi mempunyai tugas dan peran sebagai lembaga pengajaran, pendidikan dan bembelajaran peserta didik, melakukan penelitian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengabdian kepada masyarakat.
Sebagai lembaga pendidikan perguruan tinggi melakukan proses belajar mengajar dengan melakukan transformasi nilai-nilai dan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sehingga peserta didik akan mempunyai wawasan nilai dan pengetahuan yang dapat menopang kehidupan. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh kampus adalah suatu aktivitas yang berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisa dan menerjemahkan fakta-fakta serta hubungan-hubungan antara fakta alam, masyarakat, kelakuan dan sikap manusia guna menemukan prinsip-prinsip pengetahuan dan metode-metode baru.
Pengabdian pada masyarakat adalah salah satu dharma atau tugas pokok dari perguruan tinggi. Mengacu pada tugas itu maka melalui pelaksanaannya diharapkan selalu ada keterkaitan antara perguruan tinggi dan masyarakat secara berkesinambungan. Secara garis besar peran tersebut berupa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan secara bersamaan juga berperan mengambangkan iman dan taqwa.
Kemitraan antara dunia kampus dan masyarakat luas ini akan membuahkan manfaat baik pihak kampus sendiri maupun bagi pihak masyarakat setempat dan masyarakat luas serta negara pada umumnya. Tanggung jawab moral mahasiswa. Tingginya angka golongan putih ada beberapa penyebab yang melatarbelakangi, antara lain:
pertama, dibeberapa daerah terjadi mobilitas penduduk yang tinggi karena faktor pekerjaan yang menuntut seorang pemilih harus merantau ke luar kota dari daerah asalnya, sehingga ada kemungkinan terdaftar di dua tempat. Sehingga pemilih mengalami pembengkakan yang diakibatkan oleh terdaftar dua kali di beda daerah, yaitu daerah asal dan daerah dimana yang bersangkutan merantau. Fenomena golput sering kali dijadikan sebagai salah satu indikasi keberhasilan pemerintahan dan secara subtansial sebagai salah satu ukuran manifestasi berjalannya demokrasi.
Kedua, adanya kesadaran politik yang mempengaruhi pilihan politik sebagai konsekwensi dukungan kepada calon yang tidak lolos pada putaran kedua. Sikap ini merupakan sikap politik yang dimiliki sebagai pilihan politik. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Peneliti Insis Mochtar W Oetomo dalam Pilpres 2004 putaran pertama partisipasi pemilih sebanyak 78 persen, dan di putaran kedua menurun menjadi 75 persen. Pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi pemilih sebanyak 72,10 persen. Mochtar menjelaskan partisipasi pemilih pada pemilu pasca reformasi yang terus mengalami penurunan yaitu 1999 (92,74 persen), 2004 (84,07 persen), 2009 (79 persen). Dia mengatakan keterlibatan warga negara dalam pemilu sangat penting agar tidak kembali terjerumus dalam sistem demokrasi kartelis. Menurut Mochtar menilai tingkat partisipasi pemilih cenderung turun sebesar 2-20 persen dan itu menurun pada Pilpres. Mochtar menilai ajang Pilpres terbilang baru dalam perkembangan demokrasi di Indonesia sejak era reformasi. “Jika tingkat partisipasi terus menurun maka menjadi peringatan dini bagi perkembangan demokrasi Indonesia,” ujarnya. Menurut dia partisipasi politik dalam negara demokrasi merupakan indikator implementasi penyelenggaraan kekuasaan negara tertinggi yang sah oleh rakyat. Dia menilai diperlukan jalan keluar dan strategi khusus untuk meningkatkan partisipasi pemilih.”Bola terbesar di parpol, dengan memperbaiki kinerja, memperbaiki prilaku dan melahirkan serta menawarkan tokoh alternatif,”
Ketiga, faktor kesibukan yang dihadapi oleh pemilih sehingga tidak dapat menggunakan hak pilihnya pada saat yang tepat.
Keempat, kurangnya pemahaman terhadap tata cara menggunakan hak pilih, sehingga berakibat pada hak pilih yang digunakan menjadi salah atau dinyatakan tidak sah, sebagai contoh surat suara dicoblos semuanya sehingga tidak sah, atau surat suara sama sekali tidak dicoblos, karena tidak pasangan calon yang sesuai dengan pilihan politik pemilih tersebut.
Upaya mengurangi angka golput diantaranya melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada pemilih . Sosialisasi ditujukan kepada masyarakat agar lebih mempunyai kesadaran politik untuk menggunakan haknya secara baik dan benar. Pendidikan pemilih ditekankan untuk memberikan pembelajaran lebih kepada masyarakat agar dalam menggunakan hak pilihnya lebih rasional dan tidak sekedar mempunyai hubungan tradisional dengan para calon kontestan pemilihan umum baik sebagai calon legislatif maupun calon eksekutiv.
Golput secara hukum memang tidak mempengaruhi hasil pemilu sebagai dasar penetapan calon pemimpin nasional. Sebab banyaknya golput tidak identik dengan sah tidaknya pelaksanaan pemilu, hanya saja dalam alam demokrasi akan menjadi bumbu perbedaan pandangan dan sikap politik diantara rakyat yang menggunakan hak pilihnya. Di negara maju seperti Amaerika Serikat saja angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dengan berbagai alasan mencapai 60 % dari jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum. Hanya saja kita sebagai bangsa yang sedang membangun sistem demokrasi yang rasional tidak meremehkan adanya fenomena golongan putih (Golput) tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan kiat-kiat agar masyarakat juga berpartisipasi dalam menentukan nasib bangsa dengan cara menggunakan hak pilihnya secara rasional.
Perjalanan pemilu pascareformasi membawa pasang surut partai politik di parlemen. Pemilu 1999 diikuti 48 parpol dan 21 parpol lolos ke parlemen. Kemudian, Pemilu 2004 diikuti 24 parpol dan 16 parpol melenggang ke Senayan. Pemilu 2009 diikuti 38 parpol dan 6 parpol lokal Aceh, 9 parpol meraih kursi di parlemen. Lantas seperti apa dan bagaimana supaya Pemilu 2014 lebih berkualitas?. Keterjaminan Pemilu 2014 bisa berlangsung tertib, damai, dan berkualitas, membutuhkan beberapa komitmen. Diantaranya:
Pertama; proses dan tahapan pemilu harus berjalan sesuai jadwal yang disiapkan KPU. Jadwal dan tahapan pemilu tidak boleh molor supaya tidak terjadi kegaduhan politik. Sekali tahapan pemilu molor, dapat dipastikan muncul kegaduhan yang bisa membuat cacat hukum penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut. Karena itu, tahapan pemilu yang tepat waktu menjadi unsur penting. Intinya, keprofesionalan dan independensi KPU dan Bawaslu menjadi penentu kualitas Pemilu 2014.
Kedua; pentingnya data pemilu yang valid, baik data untuk DPS maupun DPT. Salah satu sumber tidak berkualitasnya Pemilu 2009 adalah DPT yang bermasalah secara masif hampir pada semua provinsi. Terkait dengan hal itu, yang tak kalah penting adalah KPU harus mengelola anggaran pemilu secara transparan dan akuntabel, serta menjamin kelancaran pencairannya.
Ketiga; partai yang akan berlaga dalam Pemilu 2014 harus menciptakan suasana politik yang kondusif. Ada kesan sejumlah politikus di DPR lebih senang kegaduhan ketimbang menyuarakan nilai-nilai demokrasi atau nilai keutamaan (more noise than voice). Padahal sekarang ini masyarakat telah sadar berdemokrasi dan melek politik. Rakyat akan menyeleksi partai politik atau kader partai yang menjadi caleg. Karena itu, terkait perekrutan caleg, partai-partai harus lebih selektif dan mau mendengarkan aspirasi rakyat. Bukankah berlaku adagium dalam politik, suara rakyat adalah suara Tuhan?
Keempat; berbagai pelanggaran pemilu akan sulit dihindari. Bisa diprediksi bahwa Bawaslu akan menemukan bermacam pelanggaran seputar Pemilu 2014. Pasalnya, akan banyak godaan bagi peserta pemilu yang berisiko pada pelanggaran, seperti praktik politik uang, jual beli suara, manipulasi data, keberpihakan pejabat pemerintah, dan serangan fajar, dan rasanya sulit menghindari kemunculan semua itu. Karena itu, seluruh penyelenggara dan ’’wasit’’ pemilu harus siap bekerja ekstrakeras dan solid supaya pesta demokrasi itu lebih berkualitas. Di sini pentingnya MoU antarinstitusi penegak hukum agar penegakan hukum bisa berjalan terpadu. Pengalaman selama ini, banyak pelanggaran pemilu tidak diproses secara tuntas.
Kelima; terkait kampanye pemilu. Dalam negara demokrasi, kegaduhan politik sulit dihindari, baik di parlemen maupun di luar parlemen. Salah satu kegaduhan politik yang sulit dihindari dan pasti muncul adalah ketika kampanye pemilu berlangsung. Lihat saja, kegaduhan ketika kampanye pilkada, pemilu, ataupun kampanye pilpres. Berbagai kegaduhan itu berisiko menimbulkan gesekan politik yang adakalanya menimbulkan korban jiwa. Karena itu, kata kuncinya ada pada KPU, Bawaslu, partai-partai politik peserta pemilu, dan institusi penegak hukum seperti Kejagung dan Polri.
Ada sejumah aturan (UU) yang harus ditaati semua pihak, baik KPU, Bawaslu, partai politik, maupun pemerintah yang diwakili Kemendagri, Kejagung, dan Polri. Seluruh institusi itu harus komit agar Pemilu 2014 bisa lebih berkualitas. Ini penting mengingat bila pemilu mendatang masih amburadul seperti Pemilu 2009, hasilnya mudah ditebak: kualitas parlemen sama seperti periode sekarang, yaitu rakus, serakah, dan korup. Sebagaimana dinyatakan sejarawan dan filosof Inggris, John Emerich Edward Dalberg Acton: “Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely”.
Kelima hal tersebut di atas itu hanya contoh kecil, tapi perlu diwaspadai dan ditempuh komponen penyelenggara pemilu. Karena itu, nota kesepahaman antara KPU, Bawaslu, Kejagung, dan Polri menjadi penting dan harus bisa menjadi garansi supaya Pemilu 2014 lebih berkualitas. Kebijakan terbaru Kementrian Pendidikan Nasional menjelaskan, bahwa kalangan kampus boleh saja mengundang capres-cawapres untuk menyampaikan ide dan gagasannya dalam koridor akademik, bukan politik praktis. Kalau diskusi boleh-boleh saja, tapi kalau menyampaikan visi dan misi berarti kampanye dan hal itu dilarang UU Pemilu. Pasal 86 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum pada ayat (1) huruf (h) mengatur larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Selain itu, aturan untuk itu juga ada dalam Peraturan KPU.
Dalam Penjelasan UU disebutkan bahwa fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah. Yang dimaksud ‘tempat pendidikan’ adalah gedung dan halaman sekolah atau perguruan tinggi. Oleh karena itu, pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang melarang kegiatan yang bersifat pendidikan politik di kampus. Kementrian Pendidikan memberikan kebebasan akademik kepada semua kampus, karena kampus memiliki otonomi untuk memilih dan mengagendakan kegiatan-kegiatan akademiknya. Jadi, kami tidak melarang. Yang penting, mereka tidak boleh melanggar Undang-undang.
Setidaknya terdapat dua sistem Pemilu yang mengemuka yakni sistem proporsional tertutup dengan memilih tanda gambar partai. Sistem proporsionalitas terbuka dengan memilih calon dengan suara terbanyak. Sistem manapun yang akan digunakan, terdapat kekurangan-kekurangan yang harus ditambal untuk membenahi penyelenggaraan pemilu. Sedangkan untuk sistem tertutup, partai politik harus melakukan demokrasi ditingkat internal, yakni dalam penentuan caleg-caleg yang akan diusung sesuai dengan nomor urutnya. Dalam konteks ini, Partai harus menjual produk terbaik kepada masyarakat. Kemudian juga perlu diatur mekanisme sanksi administrative, misalnya membatalkan kepesertaan parpol di salah satu dapil.
Empat masalah pemilihan yakni: ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 3,5% yang berlaku secara nasional, alokasi kursi DPR sebanyak 3–10 per dapil dan DPRD 3–12 kursi per dapil, sistem pemilu proporsional terbuka dan metode penghitungan suara menjadi kursi dengan sistem kuota murni, itu berarti tidak ada perubahan signifikan jika dibandingkan dengan pemilu 2009, kecuali hanya satu perubahan yakni masalah parliamentary threshold. Alokasi kursi di setiap daerah pemilihan (dapil), sistem pemilu dan metode penghitungan atau konversi suara menjadi kursi parlemen.
Makna yang dapat diambil pelajaran di atas, bahwa serangkaian peristiwa di tanah air yang berhubungan dengan kerusuhan dan kerawanan sosial, serta konflik horisontal antara pendukung partai politik membawa dampak: Pertama, Mengembangkan sikap pluralitas dalam masyarakat dengan mengedepankan kepentingan kebangsaan di atas kepentingan pribadi dan golongan sebagai paradigma berpikir dan bersikap dalam kehidupan berbangsa. Kedua, mengokohkan kembali semangat kebangsaan. Ketiga, Mencari perekat persatuan bangsa yang bersumber dari nilai-nilai yang berkebang dalam masyarakat bangsa Indonesia.
Peran tokoh masyarakat juga dipandang memberikan peran yang  sangat strategis, dimana bangsa kita mempunyai karakter dalam kepemimpinan yang lebih bersifat paternalistik, yang lebih melihat sosok public figure sebagai panutan dan sangat ditaati petuah dan nasehat-nasehatnya, sehingga jika para tokohnya dapat menjaga martabat bangsanya dengan arif maka masyarakat secara umum akan mengikuti wawasan.

D.      Kompilasi Peraturan-Peraturan Tentang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015

Berbicara mengenai kompilasi peraturan-peraturan tentang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015, selain PKPU No 4/2015, KPU hingga saat ini juga sudah menyosialisasikan PKPU No 8/2015 tentang Dana Kampanye. Sebagai salah satu aturan baru di pilkada yang diatur di PKPU No 8/2015 yaitu terkait pembatasan pengeluaran dana kampanye.
Pembatasan pengeluaran dana kampanye, diatur oleh KPU di provinsi dan kabupaten/kota dengan mengacu pada rumus yang telah diatur di PKPU No 8/2015. Artinya, jika ada yang melanggar batasan ini, bisa dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. Serta mengandung arti bahwa kampanye pasangan calon kepala daerah di media cetak dan elektronik hanya bisa dilakukan pada 22 November hingga 5 Desember 2015. Asas-asas hukum penyelenggaraan PILKADA tahun 2015 meliputi:
5.         PKPU No.10/2015 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada
6.         PKPU No. 9/2015 tentang Pencalonan Pilkada
7.         PKPU No. 8/2015 tentang Dana Kampanye Pilkada
8.         PKPU Nomor 7/2015 tentang Kampanye Pilkada
9.         PKPU Nomor 6/2015 tentang Norma, Standar, Prosedur, Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Pilkada
10.     PKPU Nomor 5/2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada
11.     PKPU No.4/2015 tentang Pemuktahiran Data dan Daftar Pemilih Pilkada
12.     PKPU No.3/2015 tentang Tata Kerja KPU, PPK, PPS, dan KPPS Pilkada
13.     PKPU No.2/2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada
14.     PKPU No.1/2015 tentang Pelayanan dan Pengelolaan Informasi Publik di KPU
15.     UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang.
16.     Undang-undang No.1 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota
17.     Perubahan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, sebagaimana disepakati pada Rapat Paripurna 17 Februari 2015.
18.     Lampiran UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
19.     Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang
20.     UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
21.     UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
22.     Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
23.     Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
24.     Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
25.     Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

E.       Kesimpulan

Sudah tidak dapat kita pungkiri, saat ini idealisme seorang mahasiswa sedang diuji. Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2015, khususnya pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015 ini seakan-akan menjadi suatu masa yang menjadi kepentingan politik bagi penguasa dan mahasiswa menjadi lumbung suara yang menggiurkan bagi setiap calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015. Mahasiswa sebagai satu “pilar” penegak demokrasi yang juga bagian dari pemilih dan memiliki nalar intelektual tinggi, justru sangat mudah untuk mempengaruhi masyarakat banyak. Seharusnya mahasiswa dapat memberikan pemahaman demokrasi kepada masyarakat melalui sebuah proses yang dinamakan pemilu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkat partisipasi pemilih dan kualitas akan pemilih sendiri ketika menentukan pilihannya. sebab jika kita melihat dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat partisipasi pemilih kian menurun sejak dimulainya pemilihan umum pasca reformasi dan diprediksikan partisipasi masyarakat pada Pemilu 2015 ini sangat rendah.
Mengingat status mahasiswa hanyalah sementara waktu. Namun, mahasiswa harus cerdas memahaminya dalam konteks realitas kekinian, semisal dalam menghadapi momentum pemilu. Nalar kritis dan netralitas tentu bukan berarti mutlak dipahami agar mahasiswa bersikap tak acuh pada semua proses politik, apalagi terlampau pesimistis dan apriori terhadap sistem kekuasaan. Sebagai katalisator dari harapan rakyat, mahasiswa harus memahaminya dengan optimistis, rasional, dan bertanggung jawab atas sikap apa pun yang dipilihnya.
Peran mahasiswa berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan, pelaksanaan dan pengawasan sesuai dengan levelnya. Mahasiswa bisa aktif dalam proses pemilu dengan pengawasan yang terlembaga melalui pemantau pemilu.

F.       Referensi

Aidul Fitriciada Azhari, “KPUD Harus Tunjukkan Idependensi”, dalam Solopos, 10 April 2003.
Moh Jamin, “Kontroversi Sanksi Pidana Penganjur Golput”, dalam Solopos, 15 Februari 2003.
Moh. Mahfud MD., Demokrasi Konstitusi di Indonesia Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Yogyakarta: Liberty, 1993.
Mulyana W Kusumah dan Eko Sulistyo, “Restriksi Legal dalam RUU Parpol”, dalam Solopos, 16 Juni 2002.
Ramlan Surbakti, 1992, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia).
Rudini, Atas Nama Demokrasi Indonesia, Yogyakarta: Bigraf Publishing, Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia, 1994.
Sardjuki, “Sistem Proposional dan Sistem Distrik dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia”, dalam Mimbar Hukum, No. 21/V/1995, hlm. 121-128.
Solopos, Electoral Threshold & Dilema Parpol, 30 Mei 2003.
Trisno Yulianto, “Parpol Baru dan Pemilu 2004” dalam Solopos, 30 Mei 2003
PKPU No.10/2015 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada
PKPU No. 9/2015 tentang Pencalonan Pilkada
PKPU No. 8/2015 tentang Dana Kampanye Pilkada
PKPU Nomor 7/2015 tentang Kampanye Pilkada
PKPU Nomor 6/2015 tentang Norma, Standar, Prosedur, Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Pilkada
PKPU Nomor 5/2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada
PKPU No.4/2015 tentang Pemuktahiran Data dan Daftar Pemilih Pilkada
PKPU No.3/2015 tentang Tata Kerja KPU, PPK, PPS, dan KPPS Pilkada
PKPU No.2/2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada
PKPU No.1/2015 tentang Pelayanan dan Pengelolaan Informasi Publik di KPU
UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang.
Undang-undang No.1 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota
Perubahan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, sebagaimana disepakati pada Rapat Paripurna 17 Februari 2015.
Lampiran UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar