Oleh:
Redmon Windu Gumati
A. Abstrak
PILKADA Langsung atau Pemilihan Kepala Daerah
secara langsung merupakan hal baru yang dilakukan di Indonesia tahun 2015 ini.
Oleh karena itu, antusiasme mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu tarbiyah (STIT)
At-Taqwa Ciparay Kabupaten Bandung untuk ikut berperan serta dalam PILKADA
Langsung, khususnya dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung
tahun 2015 ini terlihat sangat tinggi. Mereka mengagendakan secara khusus untuk
ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut dalam sebuah forum resmi,
yaitu mengadakan kerjasama dalam bentuk MoU (memorandum of anderstanding)
antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung dengan Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) At-Taqwa Ciparay Kabupaten
Bandung, dan untuk mengadakan acara Sosialisasi Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015 yang dilaksanakan serentak seluruh
indonesia pada tanggal 09 Desember 2015.
Acara tersebut, disamping merupakan
salah satu bentuk partisipasi mahasiswa juga bertujuan untuk meng-edukasi
masyarakat yang telah berhak menggunakan hak pilihnya, yang berjumlah sekitar
2.070.000 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten
Bandung, untuk memilih calon bupati dan wakil bupati yang akan menjadi pemimpin
mereka lima tahun ke depan. Kegiatan Sosialisasi yang dilakukan bisa menyentuh
akar rumput (gras root) sampai ke tingkat bawah. Sehingga informasi yang
terkait dengan pelaksanaan PILKADA dapat cepat sampai kepada masyarakat,
terutama yang pada tahun 2015 ini baru pertama kali menggunakan hak pilihnya,
yang sering dikenal dengan istilah Pemilih Pemula.
Dalam membuat materi sosialisasi, dilakukan
strategi khusus, yakni melakukan seminar, workshop, simposium, dan diskusi
dalam forum-forum resmi, yang narasumbernya/pematerinya dari Komisioner Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT)
At-Taqwa Ciparay Kabupaten Bandung, Tokoh Masyarakat, Pemerintah dan lain-lain
yang dianggap kompeten di bidang keahliannya.
B. Pendahuluan
Banyak cara yang dilakukan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung dalam menarik animo masyarakat dan mensosialisasikan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015, salah satunya
dengan menggandeng sejumlah LSM, organisasi
masyarakat, perguruan tinggi, dan kelompok pemilih pemula. Ada juga cara
mensosialisasikan Pilkada dengan membuat Kalender Tahapan PILKADA 2015. Serta membuat
baliho yang ditempatkan di jalan. Karena tipikal masyarakat Kabupaten Bandung
bersifat heterogen.
Selain itu, adanya animo warga masyarakat
Kabupaten Bandung dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten bandung
Tahun 2015 ini juga tidak terlepas dari ajakan LSM organisasi masyarakat, perguruan tinggi, dan kelompok
pemilih pemula yang
ikut mensosialisasikan dalam forum-forum diskusi, simposium, seminar dan
lainnya, sebagai ajakan, himbauan, serta menyiarkan Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015 ini, agar warga masyarakat Kabupaten Bandung
yang pada tahun 2015 ini memiliki hak suara untuk datang ke TPS dan menggunakan
haknya dengan jujur, adil, aman dan nyaman.
Disamping itu, tingginya animo dan peran
sosialisasi masyarakat dalam PILKADA Langsung atau serentak pada tanggal 09
Desember 2015 nanti, tidak terlepas dari ide dan gagasan Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Kabupaten Bandung tentang Sosialisasi Pemilu. Konsep Sosialisasi Pemilu
tersebut diikuti peserta yang berasal dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Bandung, Badan Kesbangpol, Bappeda, Camat se-Kabupaten Bandung, serta peserta
dari organisasi keagamaan, kelompok perempuan, kelompok pemilih pemula,
kelompok petani, komunitas belajar perkotaan, kelompok Budaya dan Dewan
Kesenian Kabupaten Bandung, serta Komunitas Sepeda Ontel Kabupaten Bandung.
Banyak apresiasi yang ditujukan kepada
KPU Kabupaten Bandung yang telah menggagas program Sosialisasi Pemilu. Dengan
adanya Sosialisasi Pemilu, diharapkan masyarakat dapat mendapatkan informasi
dan pendidikan (education) pemilih tentang penyelenggaraan kepemiluan. Selain
itu dapat juga mendorong kesadaran dan kecerdasan pemilih dalam menentukan
pilihannya atau dengan kata lain menjadi pemilih cerdas dan memilih pemimpin
yang berkualitas.
Sementara itu, konsepsi Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Kabupaten Bandung menggagasan atau adanya ide Sosialisasi Pemilu merupakan
hasil diskusi panjang bersama LSM organisasi
masyarakat, perguruan tinggi, kelompok pemilih pemula, dan tokoh masyarakat
Kabupaten Bandung, yang berkeinginan untuk:
1.
Membuat
sebuah
program pendidikan pemilih,
2.
Membangun kesadaran dan
pencerdasan politik masyarakat untuk mendorong
peningkatan partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan Pemilu menuju
Pemilu berkualitas.
3.
Membuat apatisme politik
masyarakat terhadap proses-proses demokrasi
di Indonesia baik di tingkat lokal maupun nasional.
4.
Membangun dan memperkuat
kesadaran dan kecerdasan politik masyarakat yang berbasis masyarakat.
Adapun tujuan dari program Sosialisasi Pemilu
adalah sebagai penguatan pendidikan pemilih masyarakat di tingkat lokal secara
berkelanjutan, mendorong kesadaran dan kecerdasan politik masyarakat pemilih.
Sedangkan gagasan yang melatarbelakangi adanya
Sosialisasi Pemilu di Kabupaten Bandung oleh beberapa kondisi yang berkembang
diantaranya:
1.
Masih lemahnya program-program
pendidikan politik bagi masyarakat yang dilakukan oleh partai politik selama
ini.
2.
Ada kecenderungan menurunnya
angka partisipasi masyarakat dari waktu ke waktu (dari pemilu ke pemilu) di
Indonesia.
3.
Mulai tumbuhnya serta mendorong
peningkatan partisipasi masyarakat dalam setiap pelaksanaan pemilu. Kelompok sasaran dari program sekolah
pemilu terdiri dari kelompok keagamaan, perempuan, pemilih pemula, petani,
belajar perkotaan, serta kelompok budaya dan olahraga di Kabupaten Bandung.
Manajemen Sosialisasi Pemilu dilakukan dengan beberapa tahapan:
1.
Melakukan penyusunan dan
penyiapkan modul-modul sekolah pemilu
(pendidikan pemilih warga).
2.
Melakukan forum-forum diskusi
warga (diskusi komunitas) tentang bagaimana meningkatkan partisipasi
masyarakat dan mewujudkan pemilu yang
jujur, adil dan berkualitas.
3.
Melakukan kelas-kelas pendidikan pemilih berbasis komunitas
perempuan, komunitas keagamaan, komunitas pemilih pemula, komunitas petani,
komunitas belajar perkotaan, komunitas budaya dan olahraga dan komunitas
lainnya.
4.
Membentuk relawan-relawan Sosialisasi
Pemilu untuk meningkatkan angka partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pemilu.
5.
Melakukan sosialisasi dan
pendidikan pemilih berbasis komunitas dan kearifan lokal bersama agen/relawan
sosialisasi dan
6.
Melakukan Pendidikan Pemilih
(Voter Education) secara berkelanjutan.
Sosialisasi Pemilu terdiri dari materi
pemilu dan demokrasi, Mengapa Pemilu itu Penting, Bagaimana menjadi Pemilih
Kritis dan Rasional, Pentingnya
Partisipasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung menggelar
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati kabupaten Bandung Tahun 2015 yang
berkualitas, sehingga dapat melahirkan pemimpin bagi masyarakat Kabupaten Bandung
untuk lima tahun kedepan yang berkualitas pula. Sedangkan konteks peranan mahasiswa dalam konteks ini adalah disamping
partisipasi aktif juga eksistensi mahasiswa sebagai suatu proses perubahan
masyarakat menuju tatanan demokratis.
Dalam
konsep peranan mahasiswa sebagai sebuah gerakan moral, yang menunjukkan
eksistensinya, aktifitas dan gerakan mahasiswa itu memiliki kesamaan isu, visi,
misi dan aksi. Kondisi tersebut menjadikan mahasiswa sebagai sebuah gerakan
mampu muncul menjadi kekuatan besar. Sehingga, hanya ada satu kata untuk
menyebut gerakan mahasiswa waktu itu, luarbiasa peranan mahasiswa dalam agenda
suksesi, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Dilihat
dari konteks peranan mahasiswa juga, jika dibandingkan dengan gerakan-gerakan
yang bersifat spektakuler, adalah tetap sama, yakni menjaga/mengawal proses
demokratisasi. Hanya saja mungkin caranya yang berbeda. Kondisi ini disebabkan
agenda suksesi kepemimpinan pemerintah seperti Pemilu, Pilpres dan Pilkada,
mahasiswa tidak berhadapan dengan rezim yang otoriter atau yang
sewenang-wenang. Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi ini, relatif tidak
memiliki “musuh” bersama. Oleh karena itu mahasiswa memiliki peran tersendiri
yang berbeda ketika mahasiswa berhadapan dengan penguasa.
C. Mengawal Proses Pelaksanaan Pilkada
Langsung dan Pendidikan Politik Kepada Masyarakat
Mahasiswa
mempunyai peran strategis dalam pengawalan proses pelaksanaan Pilkada bersama
aktivis-aktivis masyarakat sipil lainnya, seperti: LSM, Akademisi, Pers, dan
Ormas/ OKP. Peran ini diambil karena mahasiswa merupakan kekuatan masyarakat
sipil yang bersifat independen, objektif, dan berlandaskan pada aspek
moralitas. Oleh karena itu, pengawalan terhadap proses Pilkada langsung
merupakan peran yang strategis untuk dijalankan oleh mahasiswa.
Peran
pengawalan terhadap proses pilkada dapat dimainkan oleh mahasiswa sebagai
individu maupun oleh lembaga-lembaga kemahasiswaan, seperti: lembaga intern
kampus, lembaga ekstern kampus, dan organisasi mahasiswa kedaerahan. Adapun
jalan yang sekiranya bisa ditempuh oleh mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan
dalam melakukan peranannya mengawal proses pilkada yaitu melalui diskusi,
seminar, opini publik, artikel/tulisan di media massa, pernyataan sikap, dan
demonstrasi.
Pendidikan
politik pada masyarakat dilakukan sebagai wujud tanggung jawab mahasiswa kepada
masyarakat. Adapun wujud dari peran ini adalah adanya agenda mahasiswa seperti
bedah visi dan misi calon kepala daerah, melakukan kajian terhadap kapasitas
dan integritas calon kepala daerah, membuat kriteria calon kepala daerah versi
mahasiswa atau membuat nota kesepakatan dalam bentuk kontrak politik kepada
calon kepala daerah.
Target
dari agenda-agenda ini yaitu masyarakat dapat menentukan pilihannya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang rasional, bukan berdasarkan kharismatik semata.
Dalam pelaksanaan peran ini, etika yang harus dibangun oleh setiap organisasi
kemahasiswaan adalah sikap objektifitas dan akuntabilitas. Objektifitas yang
dimaksud ialah pembedahan visi misi dan pembuatan kriteria calon kepala daerah.
Hal ini penting, sebab mahasiswa sebagai sebuah gerakan moral harus bersikap
netral dan berpihak kepada masyarakat luas. Sedangkan akuntabilitas adalah
penilaian yang diberikan oleh sebuah organisasi kemahasiswaan yang harus bisa
dipertanggungjawabkan kesahihannya.
Artinya,
jika mahasiswa menilai seorang kepala daerah yang terindikasi melakukan tindak
penyelewengan kekuasaan, maka data dan fakta yang disampaikan harus dapat
dibuktikan. Bukan sekedar isu belaka, sehingga kepercayaan masyarakat tetap
besar terhadap gerakan mahasiswa. Adapun jika ada mahasiswa yang terlibat dalam
pemenangan salah satu calon, keterlibatan mahasiswa dalam tim pemenangan calon
kepala daerah tersebut bukanlah sebuah hal yang baru dalam dinamika
kemahasiswaan. Contoh yang paling dekat adalah pada Pemilu dan Pilpres 2004
yang banyak ditemui aktivis mahasiswa menjadi tim sukses dari calon anggota
DPR/DPRD, DPD maupun calon presiden.
Ada
beberapa pertimbangan dasar ketika mahasiswa mengambil peran ini, yaitu:
1.
Mahasiswa,
sebagai individu masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam setiap
proses politik, baik saat pencoblosan maupun dalam menentukan sikap untuk
mendukung pasangan calon kepala daerah tertentu.
2.
Ikut
dalam tim pemenangan calon kepala daerah merupakan political process
bagi mahasiswa. Political
proses ini adalah bentuk pengaktualisasian kemampuan diri mahasiswa
sekaligus wadah pembelajaran dalam ruang lingkup politik praktis.
Munculnya
mahasiswa dalam arena tim pemenangan calon kepala daerah menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak
bahkan dari kalangan mahasiswa sendiri. Kekhawatiran tersebut antara lain:
pertama, mahasiswa akan mudah diperalat dan ditunggangi oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Kedua, saling dukung mendukung calon kepala daerah akan
memperlemah gerakan mahasiswa. Karena kemungkinan akan terjadi suatu keadaan
yang menjadikan sekelompok mahasiswa menyatakan dukungannya kepada calon si A,
sementara kelompok mahasiswa yang lain menyatakan mendukung si B, si C dan
seterusnya. Hal ini tentu akan berakibat memperlemah persatuan di kalangan
mahasiswa. Mahasiswa akan terkotak-kotakan dan dengan sendirinya mahasiswa akan
mudah untuk diadu domba dan dipecah belah.
Beberapa
poin kekhawatiran diatas besar peluangnya untuk terjadi. Namun keikutsertaan
mahasiswa dalam tim pemenangan calon kepala daerah tetap memiliki aspek positif
bagi mahasiswa. Oleh karena itu perlu dirumuskan etika bersama sebagai panduan
normatif, menyikapi adanya ambivalensi tersebut, yaitu:
1.
Hendaknya
kapasitas mahasiswa yang ikut dalam tim pemenangan itu, adalah sebagai
individu, bukan mengatasnamakan organisasi kemahasiswaan tertentu.
2.
Individu
mahasiswa yang ikut dalam tim pemenangan, hendaknya bukanlah mahasiswa yang
dalam struktur organisasinya berperan sebagai decision maker, seperti:
ketua umum, ketua bidang/divisi/departemen. Hal ini untuk menjaga netralitas
organisasi kemahasiswaan.
3.
Individu-individu
mahasiswa yang tergabung dalam tim pemenangan calon kepala daerah hendaknya
tidak terjebak ke dalam praktik-praktik politik yang tidak bermoral, seperti: money
politic dan politik dagang sapi.
Untuk Kabupaten Bandung pada tahun 2015
ini, hendaknya mahasiswa menempatkan dirinya sebagai subjek yang memiliki
peranan yang menentukan terhadap suksesi Pemilihan Bupati dan Wakil Kabupati
Kabupaten Bandung Tahun 2015. Perhatikan visi dan misisnya, pahami program
kerja, serta tujuan Paslon maju dalam Pilkada Kabupaten Bandung. Untuk saat ini
Pilkada Kabupaten Bandung diikuti oleh 3 (tiga) Pasangan Calon, yaitu:
1.
KH. Sofyan Yahya, MA dan H. Agus Yasmin S.Ip., M.Si.
2.
H. Dadang M. Naser, SH., S.Ip., M.Ip., dan H. Gun
Gun Gunawan, S.Si., M.Si
3.
H. Deki Fajar SH dan Dony Mulyana Kurnia ST
Visi
Misi dan Program Aksi KH. Sofyan Yahya, MA dan Drs. H. Agus Yasmin, S.Ip., M.Si.
dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015 adalah
bahwa sannya dalam segala aspek kehidupan, terlebih bagi tata kelola pemerintahan,
mengatur sistem sosial dalam prikehidupan masyarakat, dan mengurus pembangunan
bagi kemaslahatan hajat hidup orang banyak disuatu daerah, tentu saja
membutuhkan seperangkat instrumen paradigmatik yang ditopang oleh cita-cita
dalam bentuk visi.
Secara
umum, visi merupakan rumusan ide akan hadirnya suatu keadaan yang diinginkan berlandaskan
pada data, fakta, atau kondisi objektif, dan hukum-hukum yang berkembang. Begitupula
bagi kepentingan perubahan di Kabupaten Bandung bersamaan dengan perhelatan
pemilihan kepala daerah, sudah selayaknya, berpijak pada dasar pendahuluan di atas,
pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati KH. Sofyan Yahya, MA dan Drs. H. Agus
Yasmin, S.Ip., M.Si., Msi bertekad untuk mewakafkan diri bagi perubahan di
Kabupaten Bandung dengan visi: “TERWUJUDNYA KABUPATEN BANDUNG YANG ADIL DAN
MAKMUR, SERTA TERMAJU DI JAWA BARAT”.
Makna
filosofis yang terkandung dalam visi tersebut adalah sebagai berikut: ADIL DAN
MAKMUR Sebagai bagian dari sebuah bangsa yang merdeka ditunjang dengan sumber daya alam yang melimpah ruah, terciptanya
masyarakat yang ADIL dan MAKMUR di Kabupaten Bandung semestinya tidak menjadi
pepesan kosong semata, dan tentunya ADIL
dan MAKMUR harus terus menerus diperjuangkan oleh segenap anak bangsa,
begitupula oleh segenap stakeholder masyarakat Kabupaten Bandung.
ADIL
memiliki makna menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan memberikan sesuatu
kepada setiap orang sesuai denga haknya, sehingga segala sesuatu menjadi
proporsional dan patut, dan setiap orang mampu menjalankan kewajibannya dengan
baik. MAKMUR secara sederhana bermakna tersedianya barang kebutuhan hidup masyarakat secara merata dan tersebar,
sehingga masyarakat mampu menentukan dan
memenuhi kehidupan mereka.
Oleh
karenanya, suatu daerah dapat dikatakan MAKMUR ketika mampu menyediakan
kebutuhan hidup masyarakat beserta mendorong kemampuan daya beli masyarakat
atas kebutuhannya tersebut. Artinya, peningkatan produktifitas kebutuhan hidup masyarakat
haruslah berkorelasi dengan kemampuan masyarakatnya dalam mengakses
kebutuhannya tersebut, dengan tidak lupa melestarikan alam dan lingkungan hidup
sebagai potensi dasar dari kemakmuran.
Sedangkan
Paslon ke-2 berselogan “DURIAT BANDUNG JAWARA”. adapun Visi, Misi dan Agenda Aksi Bandung, DEKI DAN
DONY adalah: “JAWARA (JAdi WArga SejahteRA) DENGAN DURIAT (Cinta) UNTUK
KABUPATEN BANDUNG” VISI-nya: “KABUPATEN BANDUNG UNGGUL DENGAN DURIAT DAN GOTONG
ROYONG” MENAPAK JALAN TRI SAKTI DENGAN SPIRIT TRITANNGTU DIBUANA.
Menurut
Paslon ke-2 ini Kabupaten Bandung Tanah nu sagala aya, Tanah nu sagala boga, Tabungan
hirup rakyatna, Tong diantep sina nguyung, Gering nangtung ngalanglayung, Kudu
jagjag kudu nangtung, Muka jangjang geura nan, Gtung Geus waktuna bebenah, Ngarah
genah tumaninah, Pinuh ku nikmat jeung berkah, Ngurusna ulah gagabah.
Wilayah
Kabupaten Bandung secara proporsi, penggunaan lahan didominasi oleh kawasan budidaya pertanian
yaitu seluas 53,22% dari luas
keseluruhan 176.238,67 Ha. Penggunaan lahan lainnya yaitu kawasan lindung sebesar 33,83%, kawasan
budidaya non pertanian 12,44%, dan kawasan lainnya 0,51%. Kabupaten Bandung memiliki topografi bervariasi yang
menyebabkan bervariasinya komoditas unggulan pertanian dari masing-masing wilayah dan memiliki dengan kekhasannya
sendiri. Komoditas unggulan pertanian tidak hanya diunggulkan di tingkat kabupaten, tetapi juga menembus provinsi dan
juga nasional.
Komoditas
tersebut dapat dikategorikan sebagai komoditas khas, dimana kekhasan tersebut dapat dilihat dari
perbedaan karakteristik komoditas yang dimiliki dengan daerah lainnya. Perbedaan karakteristik komoditas ini
diantaranya berdasarkan jenis komoditas,
besaran produksi serta cita rasa
Paslon
ke-3 mengusung slogan: “SABDAGUNA”. Sedangkan Visi, Misi, Kebijakan dan Program
Prioritas Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung H. Dadang M. Naser, SH,
S.Ip, M.Ip dan H. Gungun Gunawan, S.Si, M.Si Periode 2015-2020 sebagai berikut:
1.
Visi:
“memantapkan kabupaten bandung yang maju, mandiri dan berdaya saing melalui
tata kelola pemerintahan yang baik dan pemantapan pembangunan pedesaan
berlandaskan religius, kultural dan berwawasan lingkungan”.
2.
Misinya
meliputi:
1)
Mewujudkan
kehidupan masyarakat yang berkualitas, cerdas dengan dilandasi iman dan taqwa
serta memiliki nilai-nilai kearifan lokal.
2)
Meningkatkan
ketersediaan infrastruktur secara optimal danmemadai dengan mengacu pada
keserasian tata ruang wilayah.
3)
Mewujudkan
pembangunan berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan lingkungan.
4)
Memperkuat
perekonomian masyarakat yang mandiri, berdaya saing dan berkeadilan.
5)
Meningkatkan
kinerja pemerintahan, profesionalisme aparatur,dan peningkatan pelayanan publik.
6)
Meningkatkan
stabilitas keamanan dan ketertiban wilayah.
3.
Arah
Kebijakan Pembangunan 2016–2021:
1)
Menciptakan
kondisi keamanan, ketertiban dilingkungan masyarakat.
2)
Meningkatkan
sistem pelayanan publik/perijinan ke arah sistem pelayanan yang lebih
sederhana, transparan, dan lebih memiliki kepastian waktu dan biaya.
3)
Membentuk
sistem organisasi dan tata kerja yang efektif dan efisien.
4)
Mendorong
terbentuknya jabatan fungsional sesuai kompetensinya.
5)
Meningkatkan
kualitas para aparat pemerintahan.
6)
Meningkatkan
disiplin pegawai.
7)
Meningkatkan
pelaksanaan sisdur reward & punishment pegawai.
8)
Mempermudah
akses masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan.
9)
Mengelola
sumber daya alam dan lingkungan yang serasi, seimbang menuju pembangunan
berkelanjutan dan mitigasi bencana.
10)
Meningkatkan
kuantitas dan kualitas dokumen perencanaan.
11)
Meningkatkan
kualitas dan pemanfaatan tataruang disesuaikan dengan potensi dan karakteristik
wilayahnya.
12)
Menumbuhkan
kesadaran masyarakat, pengawasan, pengendalian dan penegakan hukum terhadap
pengelolaan lingkungan.
13)
Menerapkan
sangsi yang tegas terhadap para pelanggar perda, melalui penguatan jajaran
aparat satuan polisi pamong praja bekerjasama dengan aparat penegak hukum demi
mendukung tegaknya perda
4.
Isue
Strategis 2016–2021
1)
Belum
optimalnya jaminan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat
2)
Masih
perlunya penanggulangan kemiskinan
3)
Kurangnya
sarana pelayanan publik yang aman dan nyaman bagi wanita, anak-anak, lansia,
dan difabel.
4)
Masih
terbatasnya infrastruktur dasar.
5)
Belum
efektifnya pengendalian pencemaran lingkungan dan masih terbatasnya luas ruang
terbuka hijau.
6)
Belum
optimalnya penanganan banjir dan kekeringan.
7)
Belum
mantapnya ketahanan dan kemandirian pangan
Memahami Visis, Misis, Program Kerja,
Isus Strategis dan lain-lainnya dari Paslon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten
Bandung Tahun 2015 ini akan meningkatkan
antusiasme dan peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam
penyelenggaraan pemilu menjadi salah satu prasyarat keberhasilan
penyelenggaraan pemilu. Oleh karena itu peran serta masyarakat, pemerintah, LSM
maupun perguruan tinggi menjadi sangat penting dalam mendukung kesuksesan
penyelenggaraan Pemilu.
Menghubungkan peran perguruan tinggi
dalam kancah politik, bukan berarti membawa suasana pada masa lalu, yaitu
menyeret perguruan tinggi melakukan politik praktis sebagai ajang perebutan
dukungan politik terhadap salah satu calon kandidat yang akan maju dalam
pemilihan umum, pemilihan umum presiden dan wakil presiden maupun pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada). Tetapi lebih pada sebagai agen
perubahan sosial (social change) untuk mendorong terjadinya transformasi sosial
politik dengan mengedepankan pendidikan politik yang rasional dalam perspektif
pengembangan demokratisasi dalam kemajuan masyarakat.
Peran tersebut dapat dimainkan oleh
perguruan tinggi antara lain; sebagai sumber insani pembangunan dengan
menyiapkan kader-kader bangsa yang hadal secara leadership
(kepemimpinan-manajemen organisasi), kemampuan intelektual sehingga caleg,
capres, seorang calon kepala daerah dengan ilmu yang dimiliki dapat mendiagnosa
(menterapi) kebutuhan-kebutuhan terhadap problem daerah masing-masing, sehingga
dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan daerah setempat, kemampuan
jasmani dan rohani dalam menjalankan menejemen kepemerintahan dearah yang
solid, mempunyai dedikasi dan moralitas yang tinggi untuk menegakkan aturan dan
tata perundang-undangan serta etika moral, sehingga seorang pemimpin daerah
tidak hanya sebagai seorang yang mempunyai jiwa kepemimpinan tetapi juga dapat
dijadikan panutan rakyat dalam menyelesaikan agenda sosial kemasyarakatan di
wilayahnya masing-masing.
Gerakan moral dari kampus dalam setiap
orde pemerintahan di tanah air telah membawa perubahan sosial yang cukup
signifikan. Secara deskriptif dapat dipaparkan sebagai berikut; pada masa
kemerdekaan gerakan mahasiswa membawa kelompok Bung Tomo di Surabaya
mengobarkan semangat juang arek-arek Suroboyo mengibarkan bendera revolusi pada
tahun 1908 hingga kemerdekaan tercapai, pada orde lama peran generasi muda
khususnya para mahasiswa dari berbagai kampus berhadapan dengan Partai Komunis
Indonesia, pada masa orde baru dukungan kaum intelektual terhadap perubahan
sosial sangat penting, sehingga muncullah gerakan mahasiswa yang dahsyat
menuntut kepada orde baru untuk melakukan perubahan sosial dengan munculnya
gerakan reformasi di segala bidang khususnya dalam bidang sosial politik yang
selama ini hegenomni orde baru menggurita tatanan sosial politik, sehingga
pembangunan yang selama ini dijalankan tidak dapat menyejahterakan rakyat
karena kebobrokan birokrasi pemerintahan.
Perguruan tinggi mempunyai peran dan
andil yang sangat dominan dalam perkembangan masyarakat di sekitanya. Dari
tridarma, perguruan tinggi mempunyai tugas dan peran sebagai lembaga
pengajaran, pendidikan dan bembelajaran peserta didik, melakukan penelitian dalam
rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengabdian kepada
masyarakat.
Sebagai lembaga pendidikan perguruan
tinggi melakukan proses belajar mengajar dengan melakukan transformasi
nilai-nilai dan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sehingga peserta didik
akan mempunyai wawasan nilai dan pengetahuan yang dapat menopang kehidupan.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh kampus adalah suatu aktivitas yang
berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisa
dan menerjemahkan fakta-fakta serta hubungan-hubungan antara fakta alam,
masyarakat, kelakuan dan sikap manusia guna menemukan prinsip-prinsip pengetahuan
dan metode-metode baru.
Pengabdian pada masyarakat adalah salah
satu dharma atau tugas pokok dari perguruan tinggi. Mengacu pada tugas itu maka
melalui pelaksanaannya diharapkan selalu ada keterkaitan antara perguruan
tinggi dan masyarakat secara berkesinambungan. Secara garis besar peran
tersebut berupa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan secara bersamaan
juga berperan mengambangkan iman dan taqwa.
Kemitraan antara dunia kampus dan
masyarakat luas ini akan membuahkan manfaat baik pihak kampus sendiri maupun
bagi pihak masyarakat setempat dan masyarakat luas serta negara pada umumnya.
Tanggung jawab moral mahasiswa. Tingginya angka golongan putih ada beberapa
penyebab yang melatarbelakangi, antara lain:
pertama, dibeberapa
daerah terjadi mobilitas penduduk yang tinggi karena faktor pekerjaan yang
menuntut seorang pemilih harus merantau ke luar kota dari daerah asalnya,
sehingga ada kemungkinan terdaftar di dua tempat. Sehingga pemilih mengalami
pembengkakan yang diakibatkan oleh terdaftar dua kali di beda daerah, yaitu
daerah asal dan daerah dimana yang bersangkutan merantau. Fenomena golput
sering kali dijadikan sebagai salah satu indikasi keberhasilan pemerintahan dan
secara subtansial sebagai salah satu ukuran manifestasi berjalannya demokrasi.
Kedua, adanya
kesadaran politik yang mempengaruhi pilihan politik sebagai konsekwensi
dukungan kepada calon yang tidak lolos pada putaran kedua. Sikap ini merupakan
sikap politik yang dimiliki sebagai pilihan politik. Hal tersebut sebagaimana
diungkapkan Peneliti Insis Mochtar W Oetomo dalam Pilpres 2004 putaran pertama
partisipasi pemilih sebanyak 78 persen, dan di putaran kedua menurun menjadi 75
persen. Pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi pemilih sebanyak 72,10 persen.
Mochtar menjelaskan partisipasi pemilih pada pemilu pasca reformasi yang terus
mengalami penurunan yaitu 1999 (92,74 persen), 2004 (84,07 persen), 2009 (79
persen). Dia mengatakan keterlibatan warga negara dalam pemilu sangat penting
agar tidak kembali terjerumus dalam sistem demokrasi kartelis. Menurut Mochtar
menilai tingkat partisipasi pemilih cenderung turun sebesar 2-20 persen dan itu
menurun pada Pilpres. Mochtar menilai ajang Pilpres terbilang baru dalam
perkembangan demokrasi di Indonesia sejak era reformasi. “Jika tingkat
partisipasi terus menurun maka menjadi peringatan dini bagi perkembangan
demokrasi Indonesia,” ujarnya. Menurut dia partisipasi politik dalam negara
demokrasi merupakan indikator implementasi penyelenggaraan kekuasaan negara
tertinggi yang sah oleh rakyat. Dia menilai diperlukan jalan keluar dan
strategi khusus untuk meningkatkan partisipasi pemilih.”Bola terbesar di
parpol, dengan memperbaiki kinerja, memperbaiki prilaku dan melahirkan serta
menawarkan tokoh alternatif,”
Ketiga, faktor
kesibukan yang dihadapi oleh pemilih sehingga tidak dapat menggunakan hak
pilihnya pada saat yang tepat.
Keempat, kurangnya
pemahaman terhadap tata cara menggunakan hak pilih, sehingga berakibat pada hak
pilih yang digunakan menjadi salah atau dinyatakan tidak sah, sebagai contoh
surat suara dicoblos semuanya sehingga tidak sah, atau surat suara sama sekali
tidak dicoblos, karena tidak pasangan calon yang sesuai dengan pilihan politik
pemilih tersebut.
Upaya mengurangi angka golput
diantaranya melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada pemilih .
Sosialisasi ditujukan kepada masyarakat agar lebih mempunyai kesadaran politik
untuk menggunakan haknya secara baik dan benar. Pendidikan pemilih ditekankan
untuk memberikan pembelajaran lebih kepada masyarakat agar dalam menggunakan
hak pilihnya lebih rasional dan tidak sekedar mempunyai hubungan tradisional
dengan para calon kontestan pemilihan umum baik sebagai calon legislatif maupun
calon eksekutiv.
Golput secara hukum memang tidak
mempengaruhi hasil pemilu sebagai dasar penetapan calon pemimpin nasional.
Sebab banyaknya golput tidak identik dengan sah tidaknya pelaksanaan pemilu,
hanya saja dalam alam demokrasi akan menjadi bumbu perbedaan pandangan dan
sikap politik diantara rakyat yang menggunakan hak pilihnya. Di negara maju
seperti Amaerika Serikat saja angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya
dengan berbagai alasan mencapai 60 % dari jumlah penduduk yang mempunyai hak
pilih dalam pemilihan umum. Hanya saja kita sebagai bangsa yang sedang
membangun sistem demokrasi yang rasional tidak meremehkan adanya fenomena
golongan putih (Golput) tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan kiat-kiat agar
masyarakat juga berpartisipasi dalam menentukan nasib bangsa dengan cara
menggunakan hak pilihnya secara rasional.
Perjalanan pemilu pascareformasi membawa
pasang surut partai politik di parlemen. Pemilu 1999 diikuti 48 parpol dan 21
parpol lolos ke parlemen. Kemudian, Pemilu 2004 diikuti 24 parpol dan 16 parpol
melenggang ke Senayan. Pemilu 2009 diikuti 38 parpol dan 6 parpol lokal Aceh, 9
parpol meraih kursi di parlemen. Lantas seperti apa dan bagaimana supaya Pemilu
2014 lebih berkualitas?. Keterjaminan Pemilu 2014 bisa berlangsung tertib,
damai, dan berkualitas, membutuhkan beberapa komitmen. Diantaranya:
Pertama; proses dan
tahapan pemilu harus berjalan sesuai jadwal yang disiapkan KPU. Jadwal dan
tahapan pemilu tidak boleh molor supaya tidak terjadi kegaduhan politik. Sekali
tahapan pemilu molor, dapat dipastikan muncul kegaduhan yang bisa membuat cacat
hukum penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut. Karena itu, tahapan pemilu yang
tepat waktu menjadi unsur penting. Intinya, keprofesionalan dan independensi
KPU dan Bawaslu menjadi penentu kualitas Pemilu 2014.
Kedua; pentingnya
data pemilu yang valid, baik data untuk DPS maupun DPT. Salah satu sumber tidak
berkualitasnya Pemilu 2009 adalah DPT yang bermasalah secara masif hampir pada
semua provinsi. Terkait dengan hal itu, yang tak kalah penting adalah KPU harus
mengelola anggaran pemilu secara transparan dan akuntabel, serta menjamin
kelancaran pencairannya.
Ketiga; partai yang
akan berlaga dalam Pemilu 2014 harus menciptakan suasana politik yang kondusif.
Ada kesan sejumlah politikus di DPR lebih senang kegaduhan ketimbang
menyuarakan nilai-nilai demokrasi atau nilai keutamaan (more noise than voice).
Padahal sekarang ini masyarakat telah sadar berdemokrasi dan melek politik.
Rakyat akan menyeleksi partai politik atau kader partai yang menjadi caleg.
Karena itu, terkait perekrutan caleg, partai-partai harus lebih selektif dan
mau mendengarkan aspirasi rakyat. Bukankah berlaku adagium dalam politik, suara
rakyat adalah suara Tuhan?
Keempat; berbagai
pelanggaran pemilu akan sulit dihindari. Bisa diprediksi bahwa Bawaslu akan
menemukan bermacam pelanggaran seputar Pemilu 2014. Pasalnya, akan banyak
godaan bagi peserta pemilu yang berisiko pada pelanggaran, seperti praktik
politik uang, jual beli suara, manipulasi data, keberpihakan pejabat
pemerintah, dan serangan fajar, dan rasanya sulit menghindari kemunculan semua
itu. Karena itu, seluruh penyelenggara dan ’’wasit’’ pemilu harus siap bekerja
ekstrakeras dan solid supaya pesta demokrasi itu lebih berkualitas. Di sini
pentingnya MoU antarinstitusi penegak hukum agar penegakan hukum bisa berjalan
terpadu. Pengalaman selama ini, banyak pelanggaran pemilu tidak diproses secara
tuntas.
Kelima; terkait
kampanye pemilu. Dalam negara demokrasi, kegaduhan politik sulit dihindari,
baik di parlemen maupun di luar parlemen. Salah satu kegaduhan politik yang
sulit dihindari dan pasti muncul adalah ketika kampanye pemilu berlangsung.
Lihat saja, kegaduhan ketika kampanye pilkada, pemilu, ataupun kampanye
pilpres. Berbagai kegaduhan itu berisiko menimbulkan gesekan politik yang
adakalanya menimbulkan korban jiwa. Karena itu, kata kuncinya ada pada KPU,
Bawaslu, partai-partai politik peserta pemilu, dan institusi penegak hukum
seperti Kejagung dan Polri.
Ada sejumah aturan (UU) yang harus
ditaati semua pihak, baik KPU, Bawaslu, partai politik, maupun pemerintah yang
diwakili Kemendagri, Kejagung, dan Polri. Seluruh institusi itu harus komit
agar Pemilu 2014 bisa lebih berkualitas. Ini penting mengingat bila pemilu
mendatang masih amburadul seperti Pemilu 2009, hasilnya mudah ditebak: kualitas
parlemen sama seperti periode sekarang, yaitu rakus, serakah, dan korup.
Sebagaimana dinyatakan sejarawan dan filosof Inggris, John Emerich Edward
Dalberg Acton: “Power tends to corrupt,
absolute power corrupts absolutely”.
Kelima hal tersebut di atas itu hanya
contoh kecil, tapi perlu diwaspadai dan ditempuh komponen penyelenggara pemilu.
Karena itu, nota kesepahaman antara KPU, Bawaslu, Kejagung, dan Polri menjadi
penting dan harus bisa menjadi garansi supaya Pemilu 2014 lebih berkualitas. Kebijakan
terbaru Kementrian Pendidikan Nasional menjelaskan, bahwa kalangan kampus boleh
saja mengundang capres-cawapres untuk menyampaikan ide dan gagasannya dalam
koridor akademik, bukan politik praktis. Kalau diskusi boleh-boleh saja, tapi
kalau menyampaikan visi dan misi berarti kampanye dan hal itu dilarang UU
Pemilu. Pasal 86 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum pada ayat (1)
huruf (h) mengatur larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat
ibadah, dan tempat pendidikan. Selain itu, aturan untuk itu juga ada dalam
Peraturan KPU.
Dalam Penjelasan UU disebutkan bahwa
fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan dapat digunakan jika
peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye Pemilu atas undangan dari pihak
penanggung jawab fasilitas pemerintah. Yang dimaksud ‘tempat pendidikan’ adalah
gedung dan halaman sekolah atau perguruan tinggi. Oleh karena itu, pihaknya
tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang melarang kegiatan yang bersifat
pendidikan politik di kampus. Kementrian Pendidikan memberikan kebebasan
akademik kepada semua kampus, karena kampus memiliki otonomi untuk memilih dan
mengagendakan kegiatan-kegiatan akademiknya. Jadi, kami tidak melarang. Yang
penting, mereka tidak boleh melanggar Undang-undang.
Setidaknya terdapat dua sistem Pemilu
yang mengemuka yakni sistem proporsional tertutup dengan memilih tanda gambar
partai. Sistem proporsionalitas terbuka dengan memilih calon dengan suara
terbanyak. Sistem manapun yang akan digunakan, terdapat kekurangan-kekurangan
yang harus ditambal untuk membenahi penyelenggaraan pemilu. Sedangkan untuk
sistem tertutup, partai politik harus melakukan demokrasi ditingkat internal,
yakni dalam penentuan caleg-caleg yang akan diusung sesuai dengan nomor
urutnya. Dalam konteks ini, Partai harus menjual produk terbaik kepada
masyarakat. Kemudian juga perlu diatur mekanisme sanksi administrative,
misalnya membatalkan kepesertaan parpol di salah satu dapil.
Empat masalah pemilihan yakni: ambang
batas parlemen (parliamentary threshold) 3,5% yang berlaku secara nasional,
alokasi kursi DPR sebanyak 3–10 per dapil dan DPRD 3–12 kursi per dapil, sistem
pemilu proporsional terbuka dan metode penghitungan suara menjadi kursi dengan
sistem kuota murni, itu berarti tidak ada perubahan signifikan jika
dibandingkan dengan pemilu 2009, kecuali hanya satu perubahan yakni masalah
parliamentary threshold. Alokasi kursi di setiap daerah pemilihan (dapil),
sistem pemilu dan metode penghitungan atau konversi suara menjadi kursi
parlemen.
Makna yang dapat diambil pelajaran di
atas, bahwa serangkaian peristiwa di tanah air yang berhubungan dengan
kerusuhan dan kerawanan sosial, serta konflik horisontal antara pendukung
partai politik membawa dampak: Pertama,
Mengembangkan sikap pluralitas dalam masyarakat dengan mengedepankan
kepentingan kebangsaan di atas kepentingan pribadi dan golongan sebagai
paradigma berpikir dan bersikap dalam kehidupan berbangsa. Kedua, mengokohkan kembali semangat kebangsaan. Ketiga, Mencari perekat persatuan
bangsa yang bersumber dari nilai-nilai yang berkebang dalam masyarakat bangsa
Indonesia.
Peran tokoh masyarakat juga dipandang
memberikan peran yang sangat strategis,
dimana bangsa kita mempunyai karakter dalam kepemimpinan yang lebih bersifat
paternalistik, yang lebih melihat sosok public figure sebagai panutan dan
sangat ditaati petuah dan nasehat-nasehatnya, sehingga jika para tokohnya dapat
menjaga martabat bangsanya dengan arif maka masyarakat secara umum akan mengikuti
wawasan.
D. Kompilasi Peraturan-Peraturan
Tentang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015
Berbicara
mengenai kompilasi peraturan-peraturan tentang Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015, selain PKPU No 4/2015, KPU hingga saat ini
juga sudah menyosialisasikan PKPU No 8/2015 tentang Dana Kampanye. Sebagai salah
satu aturan baru di pilkada yang diatur di PKPU No 8/2015 yaitu terkait
pembatasan pengeluaran dana kampanye.
Pembatasan
pengeluaran dana kampanye, diatur oleh KPU di provinsi dan kabupaten/kota
dengan mengacu pada rumus yang telah diatur di PKPU No 8/2015. Artinya, jika
ada yang melanggar batasan ini, bisa dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan
calon kepala dan wakil kepala daerah. Serta mengandung arti bahwa kampanye
pasangan calon kepala daerah di media cetak dan elektronik hanya bisa dilakukan
pada 22 November hingga 5 Desember 2015. Asas-asas hukum penyelenggaraan PILKADA tahun 2015 meliputi:
5.
PKPU
No.10/2015 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada
6.
PKPU
No. 9/2015 tentang Pencalonan Pilkada
7.
PKPU
No. 8/2015 tentang Dana Kampanye Pilkada
8.
PKPU
Nomor 7/2015 tentang Kampanye Pilkada
9.
PKPU
Nomor 6/2015 tentang Norma, Standar, Prosedur, Kebutuhan Pengadaan dan
Pendistribusian Perlengkapan Pilkada
10.
PKPU
Nomor 5/2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada
11.
PKPU
No.4/2015 tentang Pemuktahiran Data dan Daftar Pemilih Pilkada
12.
PKPU
No.3/2015 tentang Tata Kerja KPU, PPK, PPS, dan KPPS Pilkada
13.
PKPU
No.2/2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada
14.
PKPU
No.1/2015 tentang Pelayanan dan Pengelolaan Informasi Publik di KPU
15.
UU
No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang.
16.
Undang-undang
No.1 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota
17.
Perubahan
UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota,
sebagaimana disepakati pada Rapat Paripurna 17 Februari 2015.
18.
Lampiran
UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang.
19.
Undang-Undang
No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang
20.
UU
No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
21.
UU
No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
22.
Penjelasan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
23.
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
24.
Penjelasan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
25.
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota.
E. Kesimpulan
Sudah
tidak dapat kita pungkiri, saat ini idealisme seorang mahasiswa sedang diuji.
Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2015, khususnya pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Kabupaten Bandung Tahun 2015 ini seakan-akan menjadi suatu masa yang
menjadi kepentingan politik bagi penguasa dan mahasiswa menjadi lumbung suara
yang menggiurkan bagi setiap calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung
Tahun 2015. Mahasiswa sebagai satu “pilar” penegak demokrasi yang juga bagian
dari pemilih dan memiliki nalar intelektual tinggi, justru sangat mudah untuk
mempengaruhi masyarakat banyak. Seharusnya mahasiswa dapat memberikan pemahaman
demokrasi kepada masyarakat melalui sebuah proses yang dinamakan pemilu. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkat partisipasi pemilih dan kualitas akan pemilih
sendiri ketika menentukan pilihannya. sebab jika kita melihat dari data Komisi
Pemilihan Umum (KPU) tingkat partisipasi pemilih kian menurun sejak dimulainya
pemilihan umum pasca reformasi dan diprediksikan partisipasi masyarakat pada
Pemilu 2015 ini sangat rendah.
Mengingat
status mahasiswa hanyalah sementara waktu. Namun, mahasiswa harus cerdas
memahaminya dalam konteks realitas kekinian, semisal dalam menghadapi momentum
pemilu. Nalar kritis dan netralitas tentu bukan berarti mutlak dipahami agar
mahasiswa bersikap tak acuh pada semua proses politik, apalagi terlampau
pesimistis dan apriori terhadap sistem kekuasaan. Sebagai katalisator dari
harapan rakyat, mahasiswa harus memahaminya dengan optimistis, rasional, dan
bertanggung jawab atas sikap apa pun yang dipilihnya.
Peran mahasiswa berpartisipasi aktif
dalam penyelenggaraan, pelaksanaan dan pengawasan sesuai dengan levelnya.
Mahasiswa bisa aktif dalam proses pemilu dengan pengawasan yang terlembaga
melalui pemantau pemilu.
F. Referensi
Aidul Fitriciada Azhari, “KPUD Harus Tunjukkan
Idependensi”, dalam Solopos, 10 April 2003.
Moh Jamin, “Kontroversi Sanksi Pidana Penganjur Golput”, dalam
Solopos, 15 Februari 2003.
Moh. Mahfud MD., Demokrasi Konstitusi di Indonesia Studi
tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Yogyakarta: Liberty,
1993.
Mulyana W Kusumah dan Eko Sulistyo, “Restriksi Legal dalam
RUU Parpol”, dalam Solopos, 16 Juni 2002.
Ramlan Surbakti, 1992, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta :
Gramedia Widiasarana Indonesia).
Rudini, Atas Nama Demokrasi Indonesia, Yogyakarta: Bigraf
Publishing, Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia, 1994.
Sardjuki, “Sistem Proposional dan Sistem Distrik dalam
Kaitannya dengan Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia”, dalam Mimbar Hukum,
No. 21/V/1995, hlm. 121-128.
Solopos, Electoral Threshold & Dilema Parpol, 30 Mei
2003.
Trisno Yulianto, “Parpol Baru dan Pemilu 2004” dalam
Solopos, 30 Mei 2003
PKPU
No.10/2015 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada
PKPU
No. 9/2015 tentang Pencalonan Pilkada
PKPU
No. 8/2015 tentang Dana Kampanye Pilkada
PKPU
Nomor 7/2015 tentang Kampanye Pilkada
PKPU
Nomor 6/2015 tentang Norma, Standar, Prosedur, Kebutuhan Pengadaan dan
Pendistribusian Perlengkapan Pilkada
PKPU
Nomor 5/2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada
PKPU
No.4/2015 tentang Pemuktahiran Data dan Daftar Pemilih Pilkada
PKPU
No.3/2015 tentang Tata Kerja KPU, PPK, PPS, dan KPPS Pilkada
PKPU
No.2/2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada
PKPU
No.1/2015 tentang Pelayanan dan Pengelolaan Informasi Publik di KPU
UU
No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang.
Undang-undang
No.1 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota
Perubahan
UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota,
sebagaimana disepakati pada Rapat Paripurna 17 Februari 2015.
Lampiran
UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang
No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang
UU
No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU
No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
Penjelasan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penjelasan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar